Jumat, 25 Februari 2011

JODOH: Di Tangan TUHAN atau Manusia?


JODOH: Di Tangan Tuhan atau Manusia?
(Analisa Theologis dan Biblika Terhadap Masalah Pasangan Hidup)
 

PENDAHULUAN
Problematika mengenai jodoh atau pasangan hidup bukanlah perkara mudah untuk dipecahkan. Ada banyak kasus orang yang sudah menikah dan berpikir bahwa pasangannya adalah pasangan hidupnya, tetapi akhirnya bercerai juga dengan alasan tidak cocok. Mengapa tidak cocok? Mengapa pada saat mengenal dan berpacaran, mereka tidak saling mengenal sungguh-sungguh? Ada banyak jawaban untuk pertanyaan ini, salah satunya, yaitu: kalau waktu berpacaran, kebiasaan negatif tidak ditunjukkan, sedangkan waktu menikah, segala sesuatunya tampak nyata. Ketidakcocokan yang terjadi ini sering kali mengakibatkan seseorang frustasi lalu mengatakan bahwa jodohnya dahulu bukan dari Tuhan. Benarkah jodoh di tangan Tuhan ataukah di tangan manusia mutlak ataukah dua-duanya? Ada beragam pandangan mengenai hal ini yang disertai dengan presuposisi dan akibat konsep-konsep tersebut. Selanjutnya, kita akan mengkritisinya dari perspektif Alkitab dan menunjukkan bahwa pasangan hidup itu sebenarnya dipimpin oleh Allah dan tetap dipertanggungjawabkan oleh manusia.

JODOH DI TANGAN TUHAN
Pertama, jodoh di tangan Tuhan. Ada orang Kristen yang berpandangan bahwa jodoh di tangan Tuhan.

Presuposisi
Apa yang melatarbelakangi pemikiran ini? Konsep ini didasari oleh pemikiran theologi Reformed bahwa apa pun di dunia ada dalam pemeliharaan (providensia) Allah. Allah adalah Allah yang memelihara segala sesuatu. Itulah wujud kedaulatan Allah. Jika Ia berdaulat atas segala sesuatu, mengapa untuk masalah jodoh dikecualikan dari kedaulatan Allah? Meskipun ajaran ini benar, tetapi penganut konsep pertama ini mengekstremkannya. Jika ditelusuri, konsep ini mirip dengan pandangan Hiper-Calvinisme (http://en.wikipedia.org/wiki/Hyper-Calvinism) yang meniadakan konsep tanggung jawab manusia dan terlalu menekankan kedaulatan Allah. Tidak heran, juga seorang Hiper-Calvinis tulen akan “konsisten” menjalankan konsepnya baik di dalam doktrin maupun aplikasi hidup, meskipun bertentangan dengan ajaran Alkitab. Seorang Hiper-Calvinis yang tidak mempercayai tanggung jawab manusia akan malas memberitakan Injil (karena bagi mereka sudah ada predestinasi dari Allah, buat apa memberitakan Injil) dan juga malas mencari pasangan hidup sendiri.
Presuposisi kedua yang melatarbelakangi konsep ini adalah konsep “cuek.” Ini yang lebih parah. Orang yang mengatakan bahwa jodoh di tangan Tuhan dilatarbelakangi oleh kecuekan dirinya memikirkan tentang pasangan hidup. Artinya, mereka malas mencari sendiri pasangan hidup, lalu menyerahkan tanggung jawabnya ini kepada Tuhan Allah.

Akibat dan Analisa Theologis (dan Filosofis)
Lalu, apa akibat konsep ini? Konsep ini mengakibatkan seseorang di titik pertama tidak bertanggungjawab mencari pasangan hidupnya yang beres sesuai kriteria Alkitab. Kalau orang ini seorang cowok, ia akan menunggu sampai cewek itu yang memberi respons kepada si cowok. Setelah bertemu dengan pasangan hidup yang cocok tersebut, orang ini berpacaran dan menikah, karena ia menganggap itu adalah jodohnya. Tetapi sayangnya, setelah menikah beberapa bulan bahkan tahun, mereka bercerai, lalu dengan mudahnya mengatakan bahwa pasangannya dahulu bukan jodohnya. Kemudian, ia akan marah kepada Tuhan dan menyalahkan-Nya. Logika ini sungguh lucu. Jadi, para penganut konsep ini hendak mengatakan bahwa jodohnya itu mutlak di tangan Tuhan (dan manusia tidak bertanggungjawab sama sekali), lalu setelah mereka bertemu dengan jodohnya, namun tidak cocok bahkan bercerai, yang disalahkan adalah Allah! Padahal Alkitab mengajarkan kita untuk mencari pasangan hidup yang seiman dan sepadan.

JODOH DI TANGAN MANUSIA
Kedua, jodoh di tangan manusia. Ini adalah satu konsep yang melawan konsep pertama. Dengan kata lain, orang yang memegang konsep ini sebenarnya sedang berpikir either…or (kalau tidak ini, ya yang satunya).

Presuposisi
Apa yang melatarbelakangi konsep ini? Konsep ini didasari oleh suatu kehendak diri yang ingin meniadakan Allah di dalam masalah pasangan hidup. Orang yang memegang konsep ini adalah orang yang berpikir bahwa Allah tidak ada hubungannya sama sekali dengan masalah pasangan hidup, lalu ia mengatakan bahwa biarlah ia sendiri yang bertanggungjawab mencari pasangan hidup. Konsep ini sebenarnya mirip dengan konsep dualisme iman-ilmu yang memisahkan secara tajam antara iman Kristen dan integrasinya di dalam kehidupan sehari-hari. Bagi para dualis ini, Allah tidak ada hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dan Ia hanya ada (berkuasa) di lingkungan gereja saja.
Lebih celakanya, ada yang mengatakan bahwa manusia bertanggungjawab mencari dan memilih pasangan hidup, nanti Tuhan tinggal merestuinya. Orang ini mengatakan bahwa pada saat memilih pasangan hidup ini pun ada di dalam pemeliharaan Allah. Benarkah konsep ini? Bukankah konsep ini hendak menurunkan derajat Allah hanya sebagai Pribadi yang melegitimasi apa yang kita pilih atau lebih ekstremnya hendak mengatakan Allah sebagai pembantu kita? Konsep ini tidak ada bedanya dengan konsep beberapa (atau bahkan banyak) ajaran Karismatik yang mengajarkan bahwa kita minta apa saja, Tuhan tinggal dan pasti mengabulkan. Lebih tajam lagi, ini adalah konsep Arminian yang menekankan tanggung jawab manusia melebihi kedaulatan Allah. Bagi seorang Arminian, dirinya bertobat, meskipun adalah anugerah Allah, tetap adalah jasa manusia. Bagi seorang Arminian juga, keselamatan bisa hilang, karena orang “Kristen” murtad dan Allah tidak berdaya apa pun. Sungguh mengasihankan “Allah” seperti ini, “Allah” yang kalah dengan kehebatan manusia.
Terakhir, lebih celaka lagi, jika konsep ini diajarkan oleh orangtua yang mengklaim diri “Kristen” kepada anak-anak mereka di dalam memilih jodoh. Artinya, orangtua “Kristen” bisa mengajar atau bahkan menyetujui konsep bahwa jodoh di tangan manusia, karena di titik pertama, mereka hendak mematok standar tertentu bagi calon pasangan anaknya. Memang baik (Pdt. Sutjipto Subeno pernah mengatakan bahwa baik belum tentu benar) jika ada orangtua yang menetapkan (lebih tepatnya: memberikan saran/menyarankan) kriteria-kriteria yang baik bagi pasangan anak mereka, tetapi penetapan itu BUKANlah penetapan mutlak seperti penetapan Allah! Barangsiapa yang memutlakkan standar tertentu, ia hendak menyamakan dirinya dengan Allah, dan itu adalah dosa. Mengapa? Karena dosa bukan dimengerti secara fenomena, misalnya: membunuh, mencuri, dll, tetapi dosa adalah melawan Allah atau lebih tepatnya mengutip perkataan Rev. Prof. Cornelius Van Til, Ph.D. di dalam bukunya The Defense of the Faith (1955), dosa adalah inisiatif manusia menggantikan standar nilai Allah dengan standar nilai diri mereka yang berdosa untuk menafsirkan segala sesuatu. (hlm. 15) Jika ada orangtua “Kristen” lalu dengan cepat menyetujui konsep bahwa jodoh itu di tangan manusia, berhati-hatilah! Jika mereka sampai menyetujui konsep ini dengan cepat (tanpa pikir panjang), dapat dipastikan bahwa mereka sebenarnya hendak membuang standar Allah dan menetapkan standar orangtua secara mutlak bagi pasangan anak mereka, meskipun ada yang secara mulut (bahasa Jawanya: mbasahi lambe—tanda orang yang tidak pernah tulus jika berkata apa pun) mengakui partisipasi Tuhan di dalamnya. Itulah dosa!

Akibat dan Analisa Theologis (dan Filosofis)
Lalu, apa akibatnya?
Pertama, orang yang memegang konsep ini secara konsisten akan memilih pasangan hidupnya sendiri yang diklaim “sesuai prinsip Alkitab”, tetapi sayangnya tidak meminta pimpinan Tuhan di dalamnya. Mengapa? Karena orang ini akan takut dan kuatir (bahkan mungkin saja bisa marah) jika sampai Allah mengatakan TIDAK atas pilihannya. Sebenarnya, problem utama penganut konsep ini adalah orang ini tidak mau diganggu (bahkan oleh Allah sendiri) ketika memilih pasangan hidup. Jika si cowok mengatakan bahwa dirinya cocok dengan seorang cewek dan begitu juga sebaliknya, mereka akan langsung berpacaran dan menikah. Padahal mungkin sekali di mata Allah, mereka tidak cocok secara esensi, karena apa yang kita pandang dan anggap baik, belum tentu dipandang dan dianggap baik dan benar oleh Allah!
Kedua, orang lain (dalam hal ini, khususnya orangtua) ikut menentukan standar memilih pasangan hidup. Karena memegang dengan teguh konsep bahwa jodoh di tangan manusia, ada beberapa orangtua “Kristen” yang ikut-ikutan menentukan jodoh/pasangan hidup anaknya. Ketika disebut seperti ini, spontan saja, orangtua “Kristen” ini tidak mau dikatakan “menentukan” pasangan hidup anaknya, tetapi “menyarankan.” Jika mau ditelusuri lebih tajam, apa bedanya “menyarankan” dengan “menentukan/memaksa”? Dua kata ini jelas berbeda, tetapi berusaha dikaburkan oleh orang postmodern ini. “Menyarankan” berarti orangtua “Kristen” ini hanya memberi saran yang baik kepada anaknya tentang kriteria pasangan hidup yang berkaitan dengan pandangan-pandangan umum (respons manusia berdosa terhadap wahyu umum Allah yang berupa: kebudayaan dan ilmu/sains). Hasil akhirnya BUKAN lagi ada pada orangtua ini, tetapi pada kebebasan anaknya yang bertanggungjawab untuk memilih atau menolak beberapa atau semua konsep orangtuanya sesuai dengan prinsip respons manusia terhadap wahyu umum Allah dan wahyu khusus Allah, yaitu: ALKITAB! Sedangkan “menentukan/memaksa” berarti orangtua bukan hanya memberi saran, tetapi ikut menilai calon pasangan hidup anaknya, meskipun penilaian ini pun kadang-kadang sangat fenomenal dan tidak bertanggungjawab sama sekali. Misalnya, ada orangtua “kristen” tetapi masih mempercayai shio sebagai standar menentukan/ memaksa anaknya dalam memilih pasangan hidupnya (meskipun katanya, ini hanya lelucon, tetapi bagi saya, ini adalah lelucon yang tidak berarti sama sekali). Contoh, ketika sang anak mengetahui bahwa pasangan hidupnya shio kuda, maka dengan cepat, sang orangtua ini mengatakan bahwa orang yang shionya kuda itu keras, dll. Bukankah ini adalah suatu kelucuan yang tidak masuk akal, bodoh, dan menghina Allah sendiri ketika ada orang (bahkan menyebut diri “Kristen”) yang mengukur orang lain dari shio yang dilambangkan dengan binatang?! Jika ada orangtua “Kristen” yang sampai menentukan pasangan hidup bagi anaknya, biarlah dirinya sendirilah yang menikah, bukan anaknya!

JODOH: DIPIMPIN TUHAN DAN DIPERTANGGUNGJAWABKAN OLEH MANUSIA
Jika konsep pertama dan kedua adalah konsep yang tidak menyeluruh dan tidak seimbang, maka bagaimana pandangan Alkitab yang konsisten tentang jodoh? Benarkah jodoh itu mutlak di tangan Tuhan atau mutlak merupakan tanggung jawab manusia? Secara konsisten dengan Alkitab dalam perspektif yang seimbang dan menyeluruh, maka konsep yang benar mengenai jodoh bahwa jodoh itu dipimpin oleh Tuhan dan tetap dipertanggungjawabkan oleh manusia.

Presuposisi
Apa dasar pikir dari konsep terakhir ini? Konsep ini didasarkan pada berita Alkitab mengenai penciptaan manusia. Mari kita analisa secara cermat. Setelah menciptakan segala sesuatunya selama 5 hari, maka Allah menciptakan manusia di hari ke-6 (Kej. 1:26-27). Di situ, dengan jelas, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan menurut gambar-Nya. Lalu, Allah memberkati ciptaan itu dan menyebutnya sungguh amat baik (Kej. 1:31). Kemudian, Ia menyadari bahwa tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja, maka Ia akan menjadikan seorang penolong yang sepadan dengan dia—Adam (Kej. 2:18). Ayat ini dilanjutkan dengan ayat 19 yang mengatakan bahwa Allah membawa semua binatang hutan dan burung kepada manusia untuk melihat, lalu Adam memberi nama kepada semua binatang. Setelah mengamat-amati ciptaan Tuhan (binatang) itu, maka Adam menyadari bahwa tidak ada penolong yang sepadan dengan dia, maka di ayat 21, Allah menciptakan Hawa sebagai penolong yang sepadan dengan Adam. Dari kisah ini, apa yang bisa kita pelajari? Ada yang menafsirkan bahwa kisah ini merupakan bukti bahwa jodoh merupakan tanggung jawab manusia. Konsep ini diajarkan karena si penafsir hanya membaca ayat 19-20. Meskipun tidak sepenuhnya salah, konsep ini tetap kurang tepat. Mari kita analisa.
Pertama, kisah ini hendak mengajarkan kepada kita bahwa pria dan wanita adalah sama-sama ciptaan Allah. Karena merupakan ciptaan Allah, maka tentu saja natur mereka ditentukan BUKAN oleh mereka sendiri atau ilmu-ilmu yang manusia ciptakan, tetapi oleh Allah sebagai Pencipta mereka. Sungguh suatu ketidakmasukakalan jika ingin mengetahui natur manusia dari manusia dan ilmu-ilmu yang diciptakan oleh manusia berdosa! Allah yang menciptakan mereka adalah Allah yang menetapkan natur bagi mereka. Allah yang sama juga adalah Allah yang mengerti totalitas manusia yang diciptakan-Nya, entah itu karakter, dll. Di dalam karya penebusan dan pengudusan terus-menerus, Allah yang sama, yaitu Roh Kudus yang memurnikan iman, karakter, dan spiritualitas anak-anak-Nya agar kita makin serupa dengan Kristus, Kakak Sulung kita. Kembali, Allah ikut terlibat di dalam setiap inci kehidupan kita. Dari konsep ini, kita bisa belajar bahwa jodoh BUKAN hanya merupakan tanggung jawab manusia yang lepas dari pimpinan Tuhan! Bagaimana dengan integrasi keduanya, yaitu kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia? Kita akan membahasnya di poin kedua.
Kedua, jika kita membaca dengan jelas Kejadian 2:18-25, kita akan melihat dengan jelas bahwa di titik pertama, di ayat 18, Allah sudah mengetahui bahwa Adam tidak bisa hidup sendiri tanpa seorang penolong yang sepadan dengan dia. Allah tentu SUDAH mengetahui bahwa penolong yang sepadan tentu bukanlah binatang, tumbuhan, dll, tetapi manusia. Lalu, mengapa di ayat 19-20, Ia membawa binatang kepada manusia untuk dinamai, lalu manusia mengatakan bahwa itu semua tidak sepadan dengan dia? Apakah Allah ingin bermain-main dengan manusia? Ataukah Allah tidak tahu dan spontan “kaget” kalau apa yang dikatakan manusia di ayat 19-20 itu bertolak belakang dengan rencana-Nya? TIDAK! Allah sudah mengetahui segala sesuatu karena Ia adalah Allah. Tetapi, Allah yang Mahatahu tidak mematikan tanggung jawab manusia! Sehingga, meskipun Allah tahu, Ia tetap menuntut pertanggungjawaban manusia. Saya berani menafsirkan bahwa pertanggungjawaban manusia sebagai umat pilihan-Nya ini adalah reaksi terhadap anugerah Allah. Alkitab mengajar dua paradoks ini, meskipun rasio manusia tidak akan pernah mengerti semuanya secara sempurna.
Di dalam Alkitab, itu semua menjadi satu. Dari sini, kita pun belajar juga bahwa seluruh aspek kehidupan manusia juga ada di dalam rencana Allah yang berdaulat dan tetap menuntut pertanggungjawaban manusia. Contoh, tentang kebiasaan atau tindakan buruk yang kita lakukan. Kita sering terlambat mengajar atau pergi kuliah, lalu jangan memakai dan memberikan alasan kepada anak didik atau dosen bahwa keterlambatan kita pun ditetapkan oleh Allah! Itu dosa, karena melemparkan tanggung jawab kita kepada Allah. Memang, Tuhan mengetahui keterlambatan kita dan mungkin sekali Tuhan mengizinkan hal itu terjadi supaya kita belajar sesuatu, tetapi tidak berarti, Tuhan yang harus dipersalahkan ketika kita terlambat. Keterlambatan kita TETAP adalah tanggung jawab kita. Tuhan hanya mengizinkannya terjadi (tidak berarti Ia menetapkan)! Kalau kita terapkan konsep ini di dalam konsep tentang jodoh, maka kita akan mengerti dua hal:
Pertama, Allah memberikan kepada kita pasangan hidup yang tepat. Sebagai umat pilihan-Nya, kita harus mengetahui bahwa segala sesuatu ada di dalam rencana kekal Allah yang berdaulat, termasuk jodoh kita pun, karena Ia yang menciptakan dan memelihara kita, tentulah Ia yang sama mengenal pribadi kita jauh lebih dalam daripada kita atau orangtua atau siapa pun yang mengenal kita (mengutip perkataan seorang hamba Tuhan di dalam sebuah acara tanya jawab di sebuah siaran radio rohani di Surabaya). Karena Ia telah mengenal kita, Ia akan memberikan kepada kita penolong yang sepadan dengan kita. Penolong yang sepadan itu adalah penolong yang saling melengkapi kita untuk saling bertumbuh di dalam Kristus. Saling melengkapi ini TIDAK harus diterjemahkan bahwa kita harus memberi (altruistik) kepada pasangan kita. Saling melengkapi juga bisa berarti saling belajar satu sama lain. Mengapa? Karena ketika kita hidup di dunia tidak ada yang namanya orang sempurna yang hanya bisa memberi, tanpa mau belajar dari orang lain. Kita semua sebagai anak-anak-Nya harus terus bertumbuh di dalam Kebenaran Firman menuju ke arah kesempurnaan di dalam Kristus, Kakak Sulung kita. Perhatikanlah, orang yang terus menekankan (dan mendengarkan) pengajaran bahwa kita harus saling memberi tanpa mau saling belajar adalah orang yang sombong dan egois, suka mencari kejelekan dan kelemahan orang lain, tetapi ketika dirinya ditegur, dia akan memakai segudang argumentasi (bahkan argumentasi “theologis” dan filosofis) untuk menutupi kelemahannya. Ya, itulah realitas manusia berdosa: suka melihat kejelekan orang lain, tetapi tidak suka kejelekannya dinyatakan. Sudah saatnya, orang Kristen sejati yang beres tidak meniru logika orang dunia yang berdosa, tetapi kembali kepada Kristus, siap dan rendah hati menerima teguran dari orang lain yang membangun.
Kedua, Allah memimpin kita di dalam memilih pasangan hidup yang telah Ia tetapkan. Kembali, setelah kita mengerti bahwa Ia yang mencipta kita dan Ia akan memberikan kepada kita penolong yang sepadan, lalu, apakah berarti kita diam saja tidak berbuat apa-apa dalam memilih jodoh? TIDAK! Ingatlah, kedaulatan Allah tidak meniadakan tanggung jawab manusia. Meskipun Ia telah mengetahui dengan siapa kita berjodoh, Ia tidak mematikan tanggung jawab manusia. Malahan Ia berpartisipasi aktif memimpin kita di dalam memilih pasangan hidup yang telah ditetapkan-Nya. Bukan tugas kita untuk menghakimi standar penilaian-Nya atas pasangan hidup kita, tetapi yang diperlukan oleh seorang anak Tuhan sejati adalah percaya dan taat mutlak akan pimpinan Tuhan di dalamnya. Saya pernah bertanya langsung tentang masalah pasangan hidup ini kepada Prof. John M. Frame, D.D. melalui Facebook dan beliau menjawab pertanyaan saya dengan jawaban sebagai berikut:
Certainly God predestines everything that happens (Eph. 1:11), including who we love and marry. Some people believe that each of us has a "soulmate," a kind of ideal marriage partner. I don't know that that is true. Since this is a fallen world, I think all people have problems, and therefore no relationship or marriage can ever be problem-free. But of course some people make better marriage partners than others, and single people should pray that God will lead them to a person who can complement them and lead them to fulfill their God-given potential. That means that marriage is a human choice, and we should make it wisely. It is a choice predestined by God, but that does not detract from the importance of our choice. God's sovereignty and man's responsibility do not compromise one another, according to Scripture. (=Tentu saja Allah mempredestinasikan segala sesuatu yang terjadi (Ef. 1:11), termasuk kepada siapa kita mencintai dan menikah. Beberapa orang percaya bahwa setiap kita memiki seorang “pasangan hidup,” semacam pasangan pernikahan yang ideal. Saya tidak tahu bahwa itu benar. Karena dunia ini adalah dunia berdosa, saya pikir semua orang memiliki masalah-masalah, dan oleh karena itu tidak ada hubungan lawan jenis atau pernikahan yang bisa bebas dari masalah. Tetapi tentu saja beberapa orang memilih pasangan hidup yang lebih baik dari orang lain, dan orang yang masih lajang harus berdoa supaya Allah memimpin mereka kepada orang yang sepadan dengan dia dan memimpin mereka menggenapi potensi yang Allah berikan kepada mereka. Itu berarti bahwa pernikahan itu adalah pilihan manusia, dan kita harus mengusahakannya dengan bijaksana. Itu adalah pilihan yang dipredestinasikan oleh Allah, tetapi itu tidak mengurangi pentingnya pilihan kita. Kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia tidak dapat berkompromi satu dengan yang lain, sesuai dengan Alkitab.)
Pandangan yang hampir sama juga dipaparkan oleh Pdt. Binsar A. Hutabarat, S.Th., M.C.S. ketika saya bertanya kepada beliau tentang pasangan hidup ini melalui chatting: Jodoh yang ditentukan Allah hanya terjadi pada peristiwa perjumpaan Adam dan Hawa. Dalam orang-orang percaya lainnya tidak ada. Memang dalam mencari pasangan hidup orang percaya harus mengikuti aturan Tuhan, dan jika telah mengikuti apa yang ditentukan Tuhan kita boleh percaya bahwa Tuhan membawa kita pada pasangan yang tepat. Karena itu dalam mencari pasangan hidup, manusia harus aktif namun dengan cara yang benar. Bebas, aktif, terbatas. Misalnya tidak boleh yang tidak seiman ini kriteria utama, jika tidak seiman, itu bukan pernikahan Kristen. Orang yang mengatakan Jodoh itu dari Tuhan juga melaksanakan usaha-usaha tersebut. Jadi dapat disimpulkan, perbedaannya hanya pada pengertian apa itu "jodoh". Karena orang yang meyakini jodoh dari Tuhan pun tidak akan berani menghapuskan usaha manusia untuk menemukan teman hidup.
Jika kita sudah mengerti bahwa jodoh itu dipimpin Tuhan dan dipertanggungjawabkan oleh manusia, apakah jika demikian, kita tidak perlu memiliki standar di dalam memilih lawan jenis bagi calon pasangan hidup kita? Tentu TIDAK! Kita boleh dan perlu menentukan standar di dalam memilih lawan jenis bagi calon pasangan hidup kita. Terlebih lagi, kita juga perlu mempertimbangkan saran dan petuah yang baik dari orangtua, teman, dll. Tetapi di atas semuanya, kita TIDAK boleh memberhalakan standar apa pun baik dari diri, orangtua, teman, dll. Kita harus menjadikan standar Allah sebagai standar yang paling penting dan mutlak di dalam memilih lawan jenis bagi calon pasangan hidup kita. Dengan kata lain, kita harus terbuka pada setiap gerakan pimpinan Roh Kudus yang kadang kala mendadak/tiba-tiba yang melampaui rencana dan pemikiran yang telah kita standarkan tersebut. Berarti, di dalam memilih calon pasangan hidup kita pun, ada dinamika hidup yang dipimpin Roh Kudus.
Jika Tuhan sudah memimpin kita dengan lawan jenis tertentu sebagai calon pasangan hidup kita, sudah seharusnya kita berani menyangkal diri dengan pilihan yang kita anggap baik (tetapi tidak baik dan tidak benar menurut kehendak Allah) dan mencoba mendekati dengan lawan jenis tersebut. Jangan mencoba-coba melawan kehendak-Nya, karena melawan kehendak-Nya berarti dosa. Pekalah terhadap seluruh pimpinan Roh Kudus di dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk memilih calon pasangan hidup.

APLIKASI DAN AKIBATNYA
Jika kita telah mempelajari dua konsep di atas, bagaimana kita mengaplikasikannya? Apa pula akibatnya? Setelah kita mengerti bahwa jodoh itu adalah dipimpin Allah dan tetap dipertanggungjawabkan manusia, maka ada beberapa aplikasi praktis yang harus kita (para cowok) perhatikan:

1. Bina Hubungan Pribadi Anda dengan Allah Melalui Firman, Doa, dan Pengalaman Pribadi
Konsep pertama mengaplikasi konsep terakhir ini adalah konsep membangun hubungan pribadi kita dengan Allah. Jika kita ingin mengerti kehendak dan rencana Allah di dalam hal jodoh, tidak ada jalan lain, kecuali kita harus secara teratur membangun hubungan pribadi dengan Allah. Tentu, motivasinya bukan supaya kita mengerti pimpinan Allah di dalam hal jodoh saja, tetapi hal ini kita harus lakukan setiap hari. Ketika kita terus membangun hubungan pribadi dengan Allah, kita akan semakin mengenal kehendak dan pimpinan-Nya yang terbaik. Membangun hubungan pribadi dengan Allah bisa dilakukan dengan tiga sarana, yaitu: Alkitab, doa, dan mengalami-Nya. Melalui Alkitab, kita mengerti apa yang dikehendaki-Nya, yaitu: kekudusan, kebenaran, kemurnian/ketulusan, cinta kasih, keadilan, kejujuran (bukan kemunafikan), dan kesungguhan hati. Melalui doa, kita makin mengenal Allah dan kehendak-Nya dengan terus bercakap-cakap dengan-Nya. Jangan pernah berpikir bahwa doa itu hanya satu arah komunikasi, yaitu kita yang terus berkata-kata dengan Allah. Di dalam doa, harus ada dua arah komunikasi, yaitu kita berbicara kepada Allah dan Allah berbicara dengan kita. Di dalam doa itulah, kita merasakan hadirat Allah yang nyata.
Dan terakhir, kita membina hubungan pribadi dengan Allah melalui pengalaman hidup sehari-hari. Ketika kita sudah memakai sarana pertama dan kedua, kita mulai mengalami-Nya di dalam hidup kita sehari-hari. Ini bukan sekadar teori, saya sudah mengalaminya langsung. Roh Kudus yang telah mewahyukan Alkitab adalah Roh Kudus yang sama telah mencerahkan hati dan pikiran saya tentang banyak hal, khususnya mengenai pengenalan akan Allah. Jangan biarkan iman Kristen hanya merupakan sekumpulan doktrin mati, tetapi hidupilah iman Kristen melalui Alkitab dan pengalaman kita bersama-Nya setiap hari. Ketika kita terus hidup mengalami-Nya sesuai Firman-Nya, hidup kita akan dipenuhi dengan limpahan sukacita yang tak terhingga.

2. Biarkanlah Alkitab dan Roh Kudus Memimpin Anda dalam Mencari Pasangan Hidup Melalui Hubungan yang Akrab Terlebih Dahulu
Setelah kita membina hubungan pribadi dengan Allah, kita harus dengan rendah hati, membiarkan apa yang telah kita lakukan itu memimpin hidup kita. Apa yang telah kita pelajari melalui Alkitab, doa, dan pengalaman hidup bersama Roh Kudus melalui pimpinan-Nya hendaklah memimpin hidup kita terutama ketika kita mencari dan menemukan pasangan hidup. Sebelum masuk ke dalam mencari dan menemukan pasangan hidup, biasakanlah memiliki kepekaan Roh di dalam melihat lawan jenis. Kepekaan Roh yang saya maksudkan bukanlah seperti yang diajarkan oleh mistisisme “Kristen,” tetapi kepekaan Roh di sini adalah kepekaan yang Roh Kudus berikan di dalam mengenal lawan jenis.

3. Libatkanlah Allah di dalam Segala Proses Pendekatan yang Kita Lakukan
Setelah kita (cowok) menjalin hubungan dengan lawan jenis (cewek), kita baru mulai mendekati lawan jenis yang kita sukai. Di dalam proses pendekatan ini, kembali, jangan pernah lupa untuk terus melibatkan Allah di dalam segala proses pendekatan kita. Kita tetap mendekati lawan jenis yang kita sukai. Kita harus mengupayakannya dengan berbagai cara yang etis, sopan, dan tidak mengganggu. Tetapi jangan pernah berpikir bahwa karena kita telah berusaha keras, maka ketika kita berhasil atau pun gagal, itu semua karena usaha kita sendiri. Jangan pernah memuji usaha kita sendiri di dalam segala sesuatu! Libatkanlah Allah! Berdoalah kepada Allah dan mintalah bijaksana-Nya untuk menentukan apakah dia adalah pasangan hidup kita sesuai kehendak-Nya. Bagaimana caranya? Belajarlah peka akan pimpinan Roh Kudus ketika sedang menjalin hubungan dekat dengan satu lawan jenis baik melalui komunikasi langsung (bertemu langsung) maupun komunikasi tidak langsung (melalui telepon, SMS, chatting, e-mail, dll). Roh Kudus akan memimpin (dalam arti: memberi bijaksana) kita menilai lawan jenis yang kita dekati ini, sampai sejauh mana lawan jenis ini mencintai Tuhan. Utamakan unsur cinta Tuhan! Jangan pernah menganggap bahwa karena lawan jenis yang kita dekati berada di gereja yang sama dengan kita membuktikan bahwa dia juga cinta Tuhan. Cinta Tuhan TIDAK diukur dari aktif pergi ke gereja. Cinta Tuhan diukur dari kerelaan, kerendahan, dan kemurnian hati di dalam mengasihi dan melayani-Nya. Mengasihi dan melayani-Nya ditandai dengan kemurnian, kesungguhan, dan kerendahan hati kita menempatkan Allah sebagai Tuhan dan Raja di dalam hidup kita dan juga melayani-Nya seumur hidup kita. Jangan pernah tertipu oleh fenomena! Orang yang mengasihi Allah adalah orang yang mencintai Firman-Nya yang tentunya adalah orang yang sudah membaca Alkitab dari Kejadian s/d Wahyu dan berusaha menghidupi Firman yang telah ia baca (1Yoh. 5:2).
Bagaimana jika di dalam proses pendekatan ini, lawan jenis yang kita dekati ternyata sudah memberikan tanda-tanda bahwa ia tidak menyukai kita? Kembalikanlah itu semua kepada Allah dan kehendak-Nya. Jika Roh Kudus benar-benar memantapkan kita dengan lawan jenis yang kita sukai tersebut, maka kita harus mencoba bersabar mendekati si cewek itu, meskipun pada awalnya si cewek kurang responsif. Jangan pernah berputus asa. Tetapi jika Roh Kudus tidak memantapkan kita, jangan sekali-kali memantap-mantapkan diri kita sendiri (self-confidence/percaya diri), lalu terus mencoba mengejar cewek yang tidak diinginkan Allah.

4. Bergumullah di Hadapan Allah Di Dalam Menerima Reaksi Lawan Jenis yang Kita Dekati
Jika kita (cowok) telah mendekati lawan jenis (cewek) yang kita sukai dengan cara-cara yang tepat, sopan, etis, dan tidak mengganggu, maka percayalah bahwa hasil dari pendekatan kita, apakah si lawan jenis itu menerima atau menolak cinta kita adalah kehendak Allah. Jika lawan jenis yang kita sukai ternyata sudah lebih dari satu kali menolak kita secara implisit (misalnya, ketika kita mengirim SMS atau menelpon dia, dia berkata bahwa dia sedang “sibuk”—bukan sibuk sungguhan), maka jangan pernah memaksa terus untuk mendekati dia. Mungkin saja, Allah tidak berkenan ketika kita mendekati lawan jenis yang kita anggap baik itu. Belajarlah peka akan hal itu dan percayalah bahwa kegagalan dan keberhasilan kita di dalam hasil setelah kita mendekati lawan jenis itu berada di dalam koridor pemeliharaan-Nya. Kalaupun lawan jenis yang kita dekati/sukai menolak cinta kita, percayalah Allah sudah dan sedang menyediakan bagi kita pasangan hidup yang lebih baik bagi kita, meskipun kadang-kadang tidak kita sukai secara fenomena. Tetapi apakah selalu berarti bahwa jawaban TIDAK dari si cewek menandakan bahwa Allah melarang kita berhubungan dengannya? TIDAK selalu. Di sini, kita harus peka. Jika kita yakin bahwa cewek yang kita pilih dan dekati ini adalah benar-benar dipimpin oleh Allah, maka kita terus berusaha mendekati dia meskipun dia sempat menolak cinta kita pertama kalinya. Lawan jenis yang telah Ia berikan kepada kita mungkin menolak pada kesempatan pertama, tetapi percayalah Roh Kudus akan membuka hatinya untuk menerima cinta kita, jika memang kita dan lawan jenis kita adalah pasangan yang dikehendaki-Nya.
Bagaimana jika lawan jenis kita menerima cinta kita? Bukankah ini suatu kecocokan? Apakah itu berarti Tuhan menyetujui hubungan kita dengan lawan jenis yang kita pilih? Mungkin ya, mungkin tidak. Gumulkan hal ini kembali di hadapan Tuhan, benarkah Allah menyukainya? Jika ya, teruskan hubungan kita dengan lawan jenis ini. Jika tidak, meskipun si cewek menerima cinta kita, taatlah kepada Tuhan dan pimpinan-Nya, jangan meneruskan hubungan sebelum kita menuai akibat yang tidak diinginkan.
Sebagai contoh nyata dari konsep ini adalah contoh yang saya ambil dari buku Rev. Joshua Harris yang berjudul “Saat Cowok Ketemu Cewek” (Boy Meets Girl). Di buku ini, Rev. Joshua menceritakan pengalaman hidupnya sendiri dalam mengaplikasikan konsep ini. Dulu, waktu bekerja di gereja, beliau sempat menaksir seorang cewek, teman kantor gerejanya yang sudah lahir baru (sebut saja inisialnya: A). Pada suatu hari Minggu, di gerejanya, ada kesaksian dari seorang cewek yang baru bertobat (sekarang menjadi istrinya Shannon). Pada waktu itu, beliau tidak memiliki perasaan apa-apa dengan cewek yang baru bertobat ini, karena menurut pemikiran beliau, seorang yang baru bertobat belum bisa menjadi pasangan hidup bagi dirinya. Beliau bisa berpikiran begitu karena beliau ingin mendekati cewek A, teman kantor gerejanya tersebut. Tetapi selang beberapa lama, akhirnya Rev. Joshua mengetahui bahwa cewek A ternyata sudah memiliki pacar. Lalu, Allah membawanya untuk lama-lama mengenal Shannon ini, mencoba mendekatinya, berpacaran, dan akhirnya beliau menikah.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa pasangan hidup BUKAN merupakan partisipasi kita 100% saja, tetapi juga merupakan partisipasi Allah di atas segalanya. Biarlah kita makin mengalami pimpinan Allah di dalam realitas mencari dan menemukan pasangan hidup sambil kita tetap berusaha sesuai dengan prinsip-prinsip Firman Tuhan.
Semua hal di atas adalah hal yang dilakukan seorang cowok yang aktif, bagaimana dengan reaksi cewek yang didekati? Cewek Kristen seharusnya adalah cewek yang lebih taat kepada Tuhan dan pimpinan Roh Kudus ketimbang perasaan diri mereka sendiri yang bisa saja salah. Ada beberapa hal yang harus cewek Kristen pertimbangkan ketika didekati oleh cowok Kristen?
1. Berdoalah dan Minta Pimpinan Roh Kudus
Mayoritas cewek (atau mungkin bahkan semua) akan mengetahui bahwa jika ada seorang cowok yang mengirimkan SMS atau menelpon dirinya lebih dari satu kali secara teratur (misalnya: 1 minggu bisa 2-3x) itu berarti si cowok ada “hati” atau menaksir dirinya. Nah, beberapa (kebanyakan) cewek, apalagi banyak cewek postmodern (tidak semua) adalah cewek yang pragmatis, yang hendak memandang fenomena luar si cowok sebagai standar apakah si cewek juga suka atau tidak suka dengan si cowok. Jika si cewek suka dengan ketampanan si cowok, maka begitu si cowok mendekati dirinya, dia langsung meresponi, tetapi ketika si cewek ditaksir oleh cowok yang biasa-biasa, maka dia tidak meresponinya, bahkan menolak mentah-mentah. Cewek Kristen yang cinta Tuhan HARUS membuang semua unsur fenomena tersebut dan melihat esensinya. Tetapi hal ini TIDAK berarti cewek Kristen menerima semua cowok yang menaksirnya. Inti yang harus diperhatikan adalah bukan hal-hal fenomena, seperti, tampan, kaya, dll, tetapi hati. Untuk itulah, maka di titik pertama, saya mengatakan bahwa cewek yang didekati oleh seorang cowok harus berdoa meminta hikmat dan pimpinan Roh Kudus apakah cowok yang mendekatinya adalah cowok yang dikehendaki Allah atau tidak. Cewek Kristen sejati adalah cewek yang hatinya untuk Tuhan melihat segala sesuatu dari perspektif Allah, sehingga setiap keputusan yang dibuatnya bukan berdasarkan perasaan sesaat, tetapi berdasarkan kehendak dan rencana-Nya yang berdaulat.

2. Belajar Saling Mengenal (dan Dikenal)
Setelah berdoa dan meminta pimpinan Roh Kudus, cewek Kristen harus belajar saling mengenal dan dikenal. Artinya, cewek Kristen sejati adalah cewek yang hatinya terbuka, baik untuk mengenal cowok yang mendekatinya dan juga ia sendiri terbuka apa adanya tentang dirinya terhadap cowok yang mendekatinya itu. Di sini, kita melihat adanya hubungan saling mengenal (cowok mengenal cewek dan cewek mengenal cowok) yang dibangun bahkan sejak di dalam proses pendekatan. Saling mengenal adalah saling mengenal seluruh pribadi masing-masing, saling belajar, saling memberi masukan/nasihat, dll yang kesemuanya berdasarkan standar kebenaran Firman Tuhan. Jika di dalam proses pendekatan ini, banyak hal boleh terbuka, maka ketika berpacaran dan menikah kelak, perbedaan pola pikir, kebiasaan, dll bukan menjadi halangan yang berarti. Kecenderungan anak muda zaman sekarang adalah ketika mendekati lawan jenis, mereka tidak saling terbuka, akibatnya tidak heran, jika suatu saat mereka berpacaran dan menikah, mereka akan terkaget-kaget dengan kebiasaan lawan jenisnya yang berbeda dari apa yang sudah mereka ketahui pada waktu pendekatan.

3. Putuskan Segala Sesuatunya Berdasarkan Pimpinan Roh Kudus yang Jelas
Jika di dalam proses pendekatan tersebut, kalian mendapati karakter si cowok ada yang kurang beres, apa yang harus kalian lakukan? Menolaknya mentah-mentah? TIDAK! Adalah suatu keputusan yang bijaksana jika para cewek: Pertama, mengklarifikasi standar karakter tersebut, apakah dari standar Allah atau standar umum (atau bahkan standar kebiasaan keluarga kalian)? Jika memang karakter si cowok tetap berada di dalam koridor kebenaran Alkitab, tetapi agak asing bagi kita yang mungkin belum terbiasa, biasakan kalian belajar dari si cowok. Jika karakter si cowok kurang beres di dalam hal-hal sepele (misalnya, mudah marah untuk hal-hal yang tidak penting, dll), biasakan juga menerima kekurangan si cowok sambil berusaha mengoreksinya. Nah, si cowok harus dengan rela hati dikoreksi. Tetapi jika karakter si cowok benar-benar tidak beres di dalam hal-hal esensial, si cewek harus menegurnya. Tetapi jika si cowok menolak teguran itu pertama kalinya, mintalah pimpinan Roh Kudus apakah kalian harus tetap meneruskan hubungan dengan si cowok ini atau segera menyudahinya. Mengapa harus meminta pimpinan Roh Kudus? Bukankah kita bisa langsung memutuskan hubungan saja dengan si cowok? TIDAK BISA! Jangan mengambil keputusan berdasarkan emosi sesaat! Biasakan melibatkan Allah di dalam mengambil keputusan. Mungkin saja, si cowok pertama kalinya sungkan atau tidak mau menerima teguran dari si cewek, karena cowok tersebut gengsi. Adalah tugas si cewek membukakan pola pikir si cowok untuk menerima kekurangannya sambil mengoreksinya dengan ketulusan dan kemurnian berdasarkan Firman Tuhan. Dan juga, si cewek pun harus berani rela dikoreksi jika si cowok mengoreksi dirinya. Jika si cowok ini merupakan pasangan hidup kalian kelak, maka Roh Kudus akan membuka hati dan pikiran si cowok ini pelan-pelan, sehingga si cowok dan kalian saling bertumbuh di dalam Kebenaran Firman.
Dari prinsip di atas, ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan di dalam proses pendekatan, baik cewek maupun cowok harus saling menghormati perbedaan yang fenomenal (sekunder) dan tidak saling memaksa. Perbedaan fenomenal/sekunder ini biasanya meliputi perbedaan cara berpikir, karakter, kerohanian, dll. Jika pada waktu pendekatan, cowok dan cewek saling menghormati perbedaan sekunder ini, maka mereka tidak akan menghadapi percekcokan kelak pada waktu berpacaran dan menikah. Percekcokan yang tidak berarti sering kali terjadi pada pasangan suami istri, misalnya perbedaan cara menggosok gigi, makan, kombinasi warna pakaian (baju dan celana/rok), dll. Mengapa bisa demikian? Karena dari tahap pendekatan, mereka tidak bisa saling menghormati satu sama lain, yang sering terjadi adalah si cewek yang kebanyakan mengatur si cowok bahkan untuk hal-hal sepele! Cewek Kristen harus bertobat dari kebiasaan buruk ini, belajarlah untuk tidak terlalu cerewet untuk hal-hal yang TIDAK PENTING!
Nah, setelah tahap pengenalan, maka si cowok pasti akan “menembak” si cewek yang didekatinya suatu saat. Sekarang, keputusan berada di tangan cewek. Adalah suatu hal yang bijaksana jika si cewek memberikan keputusan tersebut dengan bersandar pada hikmat dan pimpinan Roh Kudus, yaitu: menerima atau menolak si cowok yang mendekati kalian. Atau dengan kata lain, berdoalah meminta hikmat-Nya ketika hendak memberikan keputusan pada saat si cowok “menembak” kalian. Jika semuanya dilakukan sesuai dengan pimpinan Roh Kudus dan prinsip Alkitab, maka tentunya cewek Kristen tidak lagi memakai standar-standar yang mereka bangun sendiri (misalnya, cowok ini “antik”, padahal antik yang kalian mengerti adalah antik dalam hal-hal sepele, tetapi kalian tidak mau mengerti mengapa dia antik dan mencoba mengubah keantikannya).
Lalu, apa akibat dari konsep terakhir ini? Karena kita percaya bahwa jodoh itu dipimpin Tuhan dan tetap dipertanggungjawabkan oleh manusia, kita tidak perlu kuatir bahwa kita akan salah jalan. Mengapa? Karena kita percaya bahwa Ia selalu memberikan kepada anak-anak-Nya pilihan yang terbaik bagi kemuliaan-Nya, meskipun itu kelihatan “tidak baik” menurut kita. Iman inilah yang mengakibatkan kita tetap berusaha mencari dan mendekati lawan jenis sambil tetap berserah kepada Allah dan pimpinan-Nya. Ia memberikan kita bijaksana di dalam memilih pasangan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip firman-Nya, di sisi lain Ia menuntut kita berserah total akan pimpinan Allah di dalam pemilihan pasangan hidup itu. Itulah tandanya kita mengerjakan apa yang menjadi bagian kita dan menyerahkan apa pun yang melampaui bagian kita kepada Allah yang Berdaulat mutlak. Dan lihatlah bagaimana Allah bertindak dengan luar biasa dahsyat bagi kehidupan pernikahan kita kelak di mana nama Tuhan dipermuliakan selama-lamanya. Sudahkah Anda mengalaminya?

KESIMPULAN DAN TANTANGAN BAGI KITA
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menyerahkan hidup kita termasuk masalah pasangan hidup kepada Allah yang telah mencipta, memelihara, dan memberikan kepada kita pasangan hidup yang sesuai dengan kehendak-Nya? Sekali lagi, Ia telah memberikan pasangan hidup yang sepadan kepada kita, namun Ia memimpin kita dengan memberi hikmat dan bijaksana-Nya kepada kita di dalam mencari dan menemukan pasangan hidup itu. Kesemuanya itu bertujuan hanya untuk kemuliaan Allah saja. Amin. Soli Deo Gloria. 

Ditulis oleh: Denny Teguh Sutandio
Diedit seperlunya oleh: Ev. Rinto F. Sirait

Selasa, 22 Februari 2011

TOKOH MISI: Dwight Lyman Moody

D. L. MOODY -- UTUSAN INJIL TERBESAR ABAD XIX


D. L. Moody lahir tanggal 5 Februari 1837 di Northfield, Massachusetts. Ayahnya, Edwin Moody adalah seorang tukang batu, sedangkan ibunya, Betsey Holtom berasal dari kaum alim Purilastan. Pada 28 Mei 1841, ayahnya meninggal dunia sehingga ibunya terpaksa bekerja keras mengasuh tujuh orang anaknya. Tiap pagi, Betsey Holtom selalu membacakan Alkitab untuk anak-anaknya, dan pada hari Minggu mengajak mereka pergi ke gereja Unitaris. D. L. Moody tidak suka pergi ke gereja karena ia tidak dapat memahami apa yang dikhotbahkan. Ia lebih suka bepergian dan bersuka ria. Setelah dibaptis, ibunya mendesak agar ia belajar berdoa. Ia mencoba, tetapi merasa sia-sia saja. Setelah dewasa, D. L. Moody bertekad belajar sebanyak-banyaknya sambil bekerja. Mula-mula ia bekerja di toko buku dan alat-alat tulis, tetapi ia tidak puas dan pergi menemui pamannya di Boston. Pamannya setuju menerimanya dengan syarat ia harus ke gereja Mount Vernon, tidak minum minuman keras, dan tidak berjudi. Karena kecerdasan dan keramahannya, disertai rasa humor, ia segera menjadi penjual yang sukses.
Saat ke gereja, ia lebih suka duduk di sudut gereja yang gelap dan sering kali ia tertidur karena penat bekerja. Suatu hari, Edward Kimball, gurunya, menyampaikan pelajaran mengenai Musa. D. L. Moody mendengarkan dengan terpesona. Beberapa minggu kemudian, Edward Kimball memberinya Alkitab sambil memberitahu pelajaran yang diambil dari kitab Yohanes. D. L. Moody mengambil Alkitab itu dan mencarinya
dengan membuka kitab Kejadian. Guru itu melihat bahwa murid-murid yang lain tersenyum-senyum dan saling menyikut satu sama lain. Ia segera menyerahkan Alkitabnya kepada D. L. Moody dalam posisi terbuka dengan ayat yang tepat. Ia merasa malu, dan hari Minggu depannya ia tidak hadir. Gurunya segera mencari dan memintanya untuk datang kembali. Tanggal 21 April 1855, Edward Kimball merasa saatnya telah tiba untuk berbicara mengenai Kristus kepada D. L. Moody. Dan saat itu juga, ia bertobat.
Setelah itu, D. L. Moody bergegas kembali ke rumahnya di Northfield dan memberikan kesaksian imannya kepada saudara-saudaranya. Namun, mereka tidak menanggapinya, dan ia kembali ke Boston dengan kecewa. Ia sering kali putus asa ketika ia ingin menjadi anggota gereja Mount Vernon. Panitia keanggotaan gereja selalu mengulur waktu karena tidak yakin bahwa ia sungguh-sungguh bertobat. Walaupun demikian, ia tetap bersemangat berbicara di persekutuan doa. Tanggal 20 September 1856, ia pindah ke Chicago dan mendapat pekerjaan di toko sepatu Wiswall.
Pada hari minggu, ia pergi beribadah di First Baptist Church. Di gereja ini, ia bertemu dengan calon istrinya. Pada waktu itu, ia menjadi anggota the Young Men's Mission Band of the First Methodist Episcopal. Tujuan organisasi ini adalah mengunjungi hotel dan asrama, serta membagikan brosur dan mengajak orang hadir dalam kebaktian. Dalam musim gugur tahun 1858, ia mulai membuka sekolah minggu
sendiri. Ia mendapat persetujuan dari walikota untuk memakai North Market Hall sebagai tempat ia membina anak-anak.
Pada tahun 1860, ia meninggalkan usaha dagangnya dan memfokuskan diri pada pelayanan, padahal pada saat bekerja ia mendapat 5000 dolar -- jumlah uang yang cukup besar pada saat itu. Tahun pertama menjadi pekerja Kristen ia hanya mendapat 300 dolar, namun ia yakin akan pemeliharaan Tuhan. Di bawah pimpinannya, sekolah minggu dan YMCA (Persatuan Pemuda Kristen, hasil dari kebangunan rohani dari tahun 1857-1858) berkembang pesat.
Kemudian, ia mendirikan gereja dan diresmikan pada awal tahun 1864. Gerejanya menjadi gereja yang berkembang dan paling giat di kota tersebut. Pada masa Perang Saudara di Amerika, ia mendukung penghapusan budak dan ia mulai melayani para tentara. Ia dicintai para prajurit karena usahanya yang tidak mementingkan diri sendiri
dan sangat memerhatikan para prajurit.
Pada tanggal 22 Februari 1867, D. L. Moody dan istrinya berangkat ke Inggris, ia ingin menjumpai Spurgeon, seorang pengkhotbah terkenal. Setelah mengadakan pembicaraan dengan Spurgeon, ia mengunjungi Bristol melihat panti asuhan yang didirikan oleh George Muller. Ia juga pergi ke Edinburgh dan mendapat kesempatan berpidato di Free Assembly Hall. Ia juga sempat mengunjungi Dublin. Di sini, ia bertemu
dengan Harry Moorehouse, seorang pemuda yang sangat mengesankan hati D. L. Moody. Karena kefasihan Moorehouse dalam menguraikan firman Tuhan. D. L. Moody menjadi lebih rajin mempelajari Alkitab. Saat ada pameran di Paris, ia berkunjung ke sana bersama istrinya dan ia berkhotbah beberapa kali di Paris. Tahun 1870, saat Rapat Pemuda Kristen Sedunia (Internasional Convention of the Young Men's Christian Association), ia bertemu dengan Ira D. Sankey, yang kelak akan menjadi mitra utama Moody dalam pekerjaan pekabaran Injil. Ira D. Sankey memunyai talenta memuji Tuhan.
Tanggal 8 Oktober, terjadi kebakaran hebat di Chicago yang menghanguskan Farwell Hall dan Illinois Street Church. Saat itu D. L. Moody sedang mengalami pergumulan rohani berkaitan dengan kuasa Roh Kudus. Setelah membawa istri dan keluarganya ke tempat yang aman, ia bergegas mencari bantuan ke bagian timur negara dan terkumpul $3.000. Dengan dana tersebut, segera dibangun gereja darurat dan diresmikan sebagai North Side Tabernacle. Tidak lama kemudian, ia mengalami urapan Roh Kudus. Chicago mengalami kebangunan rohani yang besar.
Pada bulan Juni 1872, ia pergi ke Inggris untuk kedua kalinya karena ingin memperdalam pengetahuan tentang Alkitab. Semula ia berniat menghindari pelayanan berkhotbah, tetapi atas permintaan seorang pendeta, akhirnya ia menyanggupi untuk berkhotbah di Old Balley. Terjadi kebangunan rohani di gereja tersebut, beratus-ratus orang bertobat. Setelah ke Dublin, ia kembali ke Old Balley dan mengadakan kebaktian selama 10 hari. Setelah tiga bulan, ia kembali ke Amerika, dan setahun kemudian ia kembali ke Inggris memimpin kebaktian selama 5 minggu di York. Di sini ratusan orang bertobat. Kemudian tim penginjilan ini melanjutkan perjalanan ke Sunderland dan New
Castle-On-Tync. Hasil kebangunan rohani ini terdengar sampai ke Edinburgh. Para pendeta kemudian mengundang D. L. Moody untuk memimpin kebaktian di sana. Gaya khotbah D. L. Moody yang sederhana dan berapi-api, disertai pimpinan Roh Kudus membuat kebangunan rohani besar-besaran dan berita kebangunan ini semakin meluas ke seluruh negeri. Setelah tiga bulan di Edinburgh, mereka ke Dundee dan Glascow untuk berkhotbah selama empat bulan. Pada bulan September 1874 mereka menuju Belfast, Irlandia, dan puncak ibadah terjadi di Exhibition Palace di Dublin. Tanggal 9 Maret 1875, dimulailah serangkaian kebaktian di London dengan jumlah pengunjung mencapai 15.000 - 20.000 orang.
Pada waktu itu, D. L. Moody baru berusia 38 tahun. Setelah tiba di Amerika, D. L. Moody dan rombongannya memberitakan Injil di New York, Philadelphia, Baltimore, St. Louis, Cincinnati, Chicago, dan Boston. Pada musim semi tahun 1892, D. L. Moody mendapat kesempatan untuk mengunjungi Yerusalem dan Kairo. Setelah mengunjungi
beberapa tempat bersejarah, ia dan timnya bertolak ke Italia. Pada 26 Januari 1896, ibunya meninggal dunia. Waktu ibunya dikebumikan ia berkata: "Apabila setiap orang memiliki ibu seperti ini, maka semua penjara akan dihapus."
Tanggal 30 Oktober 1898, cucu perempuannya meninggal dunia karena radang paru-paru. Walaupun demikian, ia berkata: "Saya sungguh bersyukur kepada Allah atas hidup ini, cucu saya kini berada di surga bersama Yesus selamanya, kita semua akan segera menyusulnya." D. L. Moody berkhotbah untuk terakhir kalinya pada tanggal 16 November 1899. Pada malam itu, Convention Hall penuh sesak. Tanggal 22 Desember menjelang kematiannya ia berkata: "Dunia bergerak mundur, surga terbuka bagiku ... kalau ini kematian maka begitu nikmatnya. Tuhan memanggil saya, maka saya harus pergi". Tanggal 26 Desember 1899, ia dimakamkan di kota Northfield dengan diiringi lagu, "Yesus Pengasih Jiwaku."


Diambil dari:
Judul majalah: Cahaya Buana, Edisi 92/2002
Judul artikel: Dwight L. Moody -- Utusan Injil Terbesar Abad XIX
Penulis: Tidak dicantumkan
Penerbit: Komisi Literatur GKT III Malang
Halaman: 16 -- 17 dan 33

Multiplikasi dan Promosi: Hidup Yang Berbuah


HIDUP YANG BERBUAH
Mazmur 1: 1-3


1. Tidak Hidup di Jalan orang Fasik
Ayat 1: Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh. Menurut versi bahasa Inggris kata berbahagia ini diterjemahkan dari kata BLESSED = Diberkati. Yang diberkati (Bahagia, beruntung, makmur dan patut ditiru) adalah orang yang tidak berjalan dan hidup menurut nasehat orang yang tidak beriman (ungodly) [nasehat mereka, rencana mereka, tujuan mereka] ataupun berdiri (tunduk ataupun tidak aktif) cara berjalan/ cara hidup orang berdosa maupun duduk (istirahat dan rileks) dengan orang yang selalu mengejekan/ penuh dengan ejekan.

Pertama dikatakan, diberkatilah orang yang tidak berjalan sesuai dengan nasehat, rencana dan tujuan orang yang tidak beriman. Bagaimana cara hidup orang yang tidak beriman??
a. Menghalalkan segala cara
Untuk memperoleh apa yang mereka rencanakan, biasakan akan menghalalkan segala cara. Suatu pagi dalam mezbah keluarga diingatkan oleh Tuhan dengan satu tuntunan yang terdapat di Ulangan 18: 9-14 yaitu pesan yang Tuhan berikan ketika bangsa Israel dituntun Tuhan keluar dari tanah Mesir melalui Musa ke negeri yang berlimpah susu dan madunya. Tuhan berpesan apabila bangsa itu sudah sampai di tanah yang dijanjikan itu, janganlah engkau mengikuti cara hidup bangsa itu, janganlah ada padamu yang mempersembahkan anaknya laki2 dan perempuan kepada mezbah allah lain, meramal, bertenung, dan meminta nasehat kepada arwah. Nasehat yang sama mau saya sampaikan saat ini juga kepada Bapak/Ibu saudara, jangan kita terlibat dengan tindakan-tindakan seperti ini karena perbuatan ini sama dengan penyembahan berhala, dan Firman Tuhan jelas orang seperti ini tidak akan masuk sorga (I Korintus 6: 9-10).
Cara-cara hidup seperti ini harus kita tinggalkan. Mungkin saudara akan berkata saya tidak melakukan itu kok untuk mencari rezeki saya. Baiklah, mari coba kita koreksi cara kita berziarah…masihkan kita membawa sesuatu untuk dibawa dan diletakkan di kuburan?? Masihkah berbicara dengan ‘orang’ yang di kubur?? Saya mau ingatkan ini adalah perseteruan dengan Allah atau ini adalah bentuk penyembahan berhala. Sekali lagi saya ingatkan orang seperti ini tidak layak masuk sorga. Kalau saudara pernah melakukannya, saudara harus mengalami pemulihan dari hal itu kalau tidak itu akan menjadi akar dalam hidupmu yang membuat kamu tidak berkemenangan dalam hidupmu.

b. Segala sesuatu sering sekali berhubungan dengan tahayul
Orang-orang yang tidak beriman seringkali memandang dan meghubung-hubungkan nasehat-nasehat bijak dengan tahayul sehingga itu menjadi sesuatu yang salah. Misalnya Bapak/Ibu masih ingat beberapa nasehat dari nenek moyang (oppung-oppung) kita dulu, sebenarnya awalnya nasehat-nasehat itu baik adanya tapi orang-orang yang tidak beriman membuat nasehat itu menjadi sesuatu yang tidak baik.
Contoh: Pasti bapak/ ibu ingat dengan nasehat: Jangan menyapu rumah malam hari, jangan menjahit malam hari, jangan meminjamkan pisau malam hari dan banyak nasehat lainnya. Apa yang salah dengan nasehat tersebut?? Sesungguhnya nasehat ini dulunya sangat baik, karena pada zaman dulu penerangan belum seperti sekarang ini. Zaman dulu orang masih menggunakan lampu teplok (lampu yang masih terbuat dari bambu, bahkan banyak yang masih belum memakai lampu) dan rumah yang ada adalah rumah gadang (yang memiliki kolong) dan biasanya di bawah kolong itu ada banyak peliharaan. Kalau kita menyapu pada malam hari ditakukan ada benda-benda tajam yang jatuh ke kolong rumah atau ada barang lain yang jatuh ke kolong rumah dan kalau kita menjahit pada malam hari hal yang sama bisa terjadi dan hal ini membahayakan bagi binatang peliharaan kita. Kalau kita meminjamkan benda tajam pada malam hari yang sangat gelap, kita ndak melihat dengan jelas tangan orang yang sedang meminjam tersebut, ditakukan bisa melukai orang yang meminjam. Nasehat-nasehat ini sangat baik pada saat itu karena keadaan dan kondisi yang ada memang seperti itu, tidak seperti sekarang yang penerangannya sudah sangat baik. Tapi, masih banyak orang yang mengkeramatkan nasehat itu saat ini.
Saya pernah dengar, ada ibu-ibu berkata jangan pake dua piring, nanti bisa punya suami dua. Apa hubungannya bapak/ibu pake dua piring dengan punya suami dua? Kenapa nasehat ini dulu ada? Pada zaman dulu oppung kita masih menggunakan piring yang terbuat dari tanah liat, dan jumlahnya sangat terbatas. Jadi, nasehat ini diberikan supaya orang memakai seperlunya saja dan tidak merepotkan pada saat mencucinya karena pirin ini berat. Dari segi kesopanan juga akan kurang sopan kalau pake sekaligus dengan dua piring. Jadi alasannya jelas adalah penghematan dan kesopanan bukan supaya tidak punya suami/ isteri dua.
Satu contoh lagi Bapak/ Ibu, hal ini pernah kami bahas di pertemuan Alumni dari pelayanan saya. Kalu kita pergi ziarah, sepulang ziarah tidak boleh menoleh ke belakang?? Pernah dengar nasehat ini?? Kenapa nasehat ini diberikan oppung (nenek moyang) kita. Zaman dulu kuburan itu adanya dibukit-bukit, bisa dibayangkan saat kita pulang ziarah kita akan menuruni bukit yang berbatu-batu dan belum ada jalan seperti saat ini, apa yang terjadi kalau kita jalan menuruni bukit sambil menoleh ke belakang?? Akan terjatuh.
Dan masih banyak cara hidup dan nasehat2 orang yang tidak beriman. Firman Tuhan jelas mengatakan supaya Bapak/ Ibu saudara tidak menuruti nasehat/ rencana dan tujuan mereka.

Kedua: Diberkatilah orang yang tidak berjalan di jalan orang berdosa. Yang dimaksud dengan “jalan” (Ibr. derek) adalah perilaku atau gaya hidup. Bagi seorang pendosa, berbuat dosa bukan cuma masalah kegagalan – gagal berbuat benar –, tapi masalah kebiasaan – biasa berbuat dosa. Sesuatu yang sudah mendarah-daging, sebuah gaya hidup. “Berdiri di jalan orang berdosa” berarti mengikuti perilaku atau gaya hidup para pendosa

Ketiga: Diberkatilah orang yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh. Terjemahan lainnya, ia “tidak duduk di tempat duduk para pencemooh.” Artinya, ia tidak bergaul dengan atau terlibat dalam percakapan mereka yang suka menghina Allah, menyepelekan hukum-Nya, dan berlaku tidak adil terhadap sesamanya.

Ketiga pernyataan yang sejajar ini disusun menurut progresivitas atau perkembangan dosa. Dimulai dari “berjalan”, “berdiri”, akhirnya “duduk”. Dimulai dari “nasehat”, “jalan”, akhirnya “tempat duduk.” Artinya, dimulai dari sesekali mengikuti nasihat atau petunjuk orang yang tidak takut akan Allah, lalu memiliki perilaku atau gaya hidup seperti orang yang tidak mengenal Allah, akhirnya menjadi salah satu dari mereka yang berani melawan Allah secara terang-terangan. Dimulai dari kompromi sesekali, lalu terus-terusan, akhirnya ketagihan. Cara satu-satunya untuk tidak berkembang seperti ini adalah dengan menjauhkan diri dari tahap yang paling awal dari proses tersebut, yaitu mengikuti nasehat atau petunjuk orang yang tidak takut akan Allah.

2. Hidup Menurut Taurat Tuhan
Ayat 2: tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Suatu kontra dari ayat yang pertama. Yang dimaksudkan dengan taurat Tuhan bukan hanya sepuluh hukum taurat yang diterima oleh Musa di Gunung Sinai atau bukan hanya kelima kitab yang ditulis oleh musa (Kejadian-Ulangan) saja. Dalam Mazmur 119 taurat Tuhan ini disinonimkan atau diartikan dengan peringatan-peringatan,” “jalan-jalan yang ditunjukkan” oleh Tuhan, “titah-titah,” “ketetapan-ketetapan,” “hukum-hukum”, “janji”, dan “firman TUHAN.” Ayat 2 ini menjelaskan Diberkatilah orang yang kesukaannya melakukan taurat Tuhan, mengikuti jalan-jalannya Tuhan, melakukan Firman-nya Tuhan. Kesukaan dalam hal ini bukan hanya kedisiplinan dalam mematuhinya tapi lebih kepada hasrat yang menyala-nyala untuk melakukannya.
Kemudian yang diberkati juga adalah orang yang merenungkan taurat itu siang dan malam. Ini berbicara kepada bukti konkrit dari orang yang mengasihi Tuhan. Bisa saja kita berkata saya suka dengan firman Tuhan atau saya mengasihi Tuhan, tapi mana buktinya? Hal itu akan nampak dalam kehidupan kita sehari-hari, cara hidup saudara. Saya mau bertanya malam hari ini, siapa diantara bapa/ibu yang suka dengan Firmannya Tuhan, yang suka dengan janji-janji-Nya Tuhan, yang suka dengan tauratnya Tuhan, boleh acungkan tangannya. Puji Tuhan, tapi saya mau bertanya lagi seberapa banyak isi Alkitab ini yang bapak/ibu hapal? Mana yang lebih Bapak/Ibu hapal firman Tuhan atau sinetron? Saya bukan melarang Bapak/Ibu nonton Sinetron atau nonton gosip tapi kalau bisa lebih baik jangan nonton itu karena tidak ada manfaatnya, tidak ada gunanya. Saran saya pilihlah tayangan yang berbobot, yang memiliki nilai edukasi, yang berguna untuk keluarga bapak/ibu. Saya dan anak saya senang dengan film-film animasi/ kartun karena menghibur, dan saya juga termasuk tipikal orang yang tidak mau menghafal/ mengingat apa yang ditayangkan di tv.

Apa bukti Bapak/Ibu suka merenungkan taurat Tuhan??
Bangun mezbah di tengah-tengah keluargamu, baik itu mezbah malam ataupun mezbah pagi. Keluarga saya banyak ditegur oleh Tuhan pada saat mezbah keluarga, saya selalu berdoa, Tuhan nyatakan tuntunanmu bagi keluarga saya. Saya rindu bapak/ibu maulai melakukan itu dalam keluarga. Kekuatan kita hanya ada pada doa, pujian dan penyembahan, tidak ada yang lain. Kalau kita sebagai orang kristen tidak suka bersekutu dengan Tuhan? Apalagi buktinya kalau kita ini adalah orang yang mengasihi Tuhan?
Saya punya anak yang masih berumur 19 bulan. Tapi dari sejak kandungan saya sudah berdoa dan tumpangkan tangan kepada anak saya, sebab kerinduan saya anak saya kelak akan jadi hamba Tuhan yang memiliki hikmad Salomo, sehingga sejak dini saya sudah ajarkan untuk hidup bergantung kepada Tuhan. Setiap mau tidur dan bangun tidur saya selalu ajak untuk berdoa. Terkadang dia masih malas untuk berdoa pagi, tapi saya sabar untuk mendidik dia dan saya ajarkan apa gunanya dia harus berdoa, dan kadang saya harus mendisiplinkan anak saya. Ada kalanya dia benar-benar tidak mau berdoa, saat itu saya akan mendisiplinkan dia dengan cara saya tidak memberikan apa yang dia mau hari itu. Kami punya kebiasaan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat atau Sabtu pergi jalan sore dan saya bawa dia naik 'odong-odong', kalau berketepatan pada hari tersebut di atas dia tidak mau saya ajak berdoa, maka saya mulai ingatkan bahwa hari ini tidak ada jalan-jalan dan tidak ada naik 'odong-odong' dengan demikian dia mulai belajar bergantung pada Tuhan. Memang awalnya bagi dia jika berdoa akan dapat hadiah dari papanya tapi saya yakin ini akan menjadi habit dalam hidupnya sehingga ada hasrat yang menyala-nyala untuk bersekutu dengan Tuhan. Pertanyaannya bagaimana dengan saudara yang secara fisik sudah dewasa??

3. Hidupnya akan Berhasil
Ayat 3: Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.
Kalau kita sudah mematuhi ayat pertama dan kedua ini: Tidak menuruti nasehat orang fasik, terus tidak berjalan di jalan orang yang tidak beriman dan tidak duduk di kumpulan pencemooh, tapi yang kesukaan kita, hasrat kita, kepuasan saudara adalah merenungkan dan melakukan perintahnya Tuhan. Maka Tuhan memberikan janji pada ayat 3 ini, maka saudara, keluarga saudara akan seperti Pohon di tepi aliran air. Pernah melihat pohon di tepi aliran air? Daunnya lebat, hijau, segar. Maka Tuhan juga akan membuat kita menjadi orang yang seperti itu. Apa saja yang kita perbuat pasti berhasil. Mungkin saudara berkata dalam hati. Saya sudah melakukannya, tapi kenapa saya masih miskin? Saya mau katakan saudara harus merubah orientasi hidup saudara. Saya berikan sebuah kesaksian: saya pernah mengikuti tes di sebuah perusahaan besar. Sepanjang test saya bergantung dan berdoa kepada Tuhan. Tuhan biarkan saya lulus dan diterima di perusahaan ini, kalau kelak saya lulus saya akan menjadi anak Tuhan yang sungguh-sungguh, saya akan setia mengikut Tuhan saya akan membayar persepuluhan saya, saya akan jadi saksinya Tuhan di tempat saya bekerja. Puji Tuhan saya lulus dari tes pertama ke tes berikutnya. Tapi karena orientasi saya adalah supaya lulus apa yang terjadi? Kelulusan saya dibatalkan. Awalnya saya sudah lulus tapi akhirnya perusahaan membatalkan. Kenapa? Karena orientasi saya salah.
Saya yakin dan percaya tahun ini adalah tahun multiplikasi dan promosi. Tapi kalau orientasi hidup saudara supaya dilipatgandakan keuangannya dan diberkati berlimpah dalam materi, saya mau ingatkan saudara, saudara mungkin bisa kecewa. Bukan saya tidak yakin dengan janji tersebut tidak berlaku dalam hal materi. Tapi Firman Tuhan juga berkata: Carilah dahulu Kerajaan Allah maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Yang menjadi masalah adalah sering kali orang menyusahkan hidupnya bukan untuk mencari yang empunya berkat yaitu Tuhan Yesus, tapi mencari berkatnya saja, banyak orang pergi ke gereja bukan lagi mencari Tuhan Yesus tapi orientasinya mencari berkat. Ketika dia tidak mendapatkan berkatnya dia kecewa lantas kembali menjadi orang kristen yang ogah-ogahan. Saya juga dulu melakukan kesalahan yang sama, semua saya orientasikan kepada berkat materi saja. Saya bersyukur Tuhan memulihkan saya bukan secara materi tapi secara roh, dan Tuhan tidak hanya memulihkan tapi Tuhan memakai saya sehingga saya bisa berdiri di tengah-tengah jemaat-Nya untuk melayani. Itu karena Tuhan sudah memulihkan orientasi hidup saya.
Kalau anakmu sehat, kamu masih bisa bangun pagi, masih bisa berjalan, masih bisa pergi kerja bagi yang bekerja, masih bisa pergi ke gereja bukankah itu sebuah berkat?? Saya akan berikan satu kesaksian lagi saudara: Ketika terjadi Tsunami di Aceh, sekitar Januari 2005 saya dan team penginjilan melakukan mission trip ke Aceh (Meulaboh-Aceh Barat) bersama team dari Amerika dan Filippina saat itu kami bergabung dalam Team Medan Peduli di bawah penggembalaan satu gereja lokal. Karena kami di Aceh ada beberapa minggu maka hari minggu, kami harus melakukan Ibadah. Saudara tahu karena peraturan yang ada saat itu tidak memperbolehkan melakukan Ibadah, maka kami melakukan Ibadah di posko dan saat menyanyikan Pujian kepada Tuhan, kami tidak boleh mengeluarkan suara, kami hanya boleh bernyanyi di dalam hati saja, sungguh suatu ironi bagi saya sendiri karena saya belum pernah melakukannya sebelumnya, sebagai orang yang biasa bebas mengekspresikan diri saat ibadah saya sungguh tidak menikmati itu. Tapi, kami terpaksa harus melakukannya saat itu karena kami tidak mau menutup pintu penginjilan yang sudah mulai terbuka di Aceh.
Dan saya mau beritahu satu hal lagi kepada saudara, banyak orang saat ini tidak bisa melakukan ibadah dengan tenang. Kemaren Bapak Pdm. Joshua Ginting bercerita kepada kami di kelas KOM bahwa gereja kita yang ada di Aceh sedang diancam untuk ditutup oleh masyarakat Aceh yang ada di sana, sehingga jemaat ketakutan saat beribadah. Syukur kepada Tuhan bapak Pdm. Joshua Ginting dipakai oleh Tuhan untuk menguatkan iman saudara kita yang ada disana, sehingga mereka dikuatkan dan Gereja ini tetap menjadi berkat di tempat itu hingga saat ini. Masih segar dalam ingatan kita peristiwa di Temanggung dan penusukan jemaat HKBP? Semua hal ini menjadi bukti bahwa di sebagian tempat orang tidak bisa melakukan ibadah dengan leluasa seperti yang lainnya.
Jadi ubah orientasi hidupmu saat ini. Bukan kepada berkatnya tapi kepada Tuhan Yesusnya. Kalau hidup kita sudah menyenangkan hati Tuhan Yesus, saya mau katakan kalau Tuhan menganggap kita sudah layak menerimanya, pasti akan Tuhan berikan dan memberikannya secara berkelimpahan.
Akhirnya saudara, kiranya Firman Tuhan menolong bapak/ibu saudara dan saya untuk hidup sesuai dengan apa yang Firman Tuhan katakan, bukan sesuai dengan apa yang kita mau, sehingga kita menjadi umat yang layak menjelang kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Lakukanlah Firman Tuhan, maka Firman itu akan menolongmu untuk berhasil.

Nats Bacaan:
(1) Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,
(2) tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.
(3) Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.

Multiplikasi dan Promosi: Diberkati seperti Abraham


Nats Bacaan: Ibrani 11: 8-12


Memasuki tahun 2011, Tuhan memberikan tuntunan kepada gereja dimana saya beribadah (Gereja Bethel Indonesia) adalah Tahun Multiplikasi dan Promosi. Untuk dapat menuai apa yang sudah Tuhan janjikan bagi saudara dan saya yang percaya kepada tuntunan ini, saya mencoba membagikan beberapa kunci yang benar menurut kebenaran firman Tuhan.

Sesuai dengan pembacaan nats Alkitab di atas, kita melihat sebuah panggilan bagi Abraham (saat itu namanya masih Abram) untuk keluar dari rumahnya, tanahnya dan pergi ke suatu daerah yang sudah Tuhan janjikan bagi dia dan keturunannya yaitu tanah Kanaan. Dua janji berkat yang Tuhan janjikan kepada Abraham, kalau dia mau taat kepada panggilan ini. Dalam Kejadian 12: 2-3 di catat: “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat." Berdasarkan ayat tersebut, Tuhan memberikan janji kepada Abraham:
-         Menjadi bangsa yang besar. Di dalam Kejadian 15: 5 dikatakan bahwa Abraham akan memiliki keturunan sebanyak bintang di langit, bahkan di ayat yang lain dikatakan seperti pasir di tepi pantai banyaknya.
-         Menjadi berkat bagi bangsa-bangsa dan olehnya bangsa lain di muka bumi akan diberkati.
Janji yang Tuhan berikan kepada Abraham berbicara tentang “Multiplikasi dan Promosi”.
Ada satu pertanyaan yang terbersit di dalam hati saya ketika Tuhan memutuskan untuk memilih Abram untuk menuai janji-janji itu. Bukankah saat itu masih ada saudaranya Nahor yang masih hidup? Kenapa Tuhan tidak memilih Nahor untuk menuai janji-janji itu? Disamping Abram sebagai anak sulung (Kej 11:27), kualitas apa yang dimiliki oleh Abram sehingga ia dipilih oleh Tuhan dan apa kunci untuk mendapatkan janji-janji tersebut?

1.      Iman
Dalam Ibrani 11: 1 dalam Amplified version dikatakan bahwa: NOW FAITH is the assurance (the confirmation, the title deed) of the things [we] hope for, being the proof of things [we] do not see and the conviction of their reality [faith perceiving as real fact what is not revealed to the senses]. Jadi iman menjadi garansi/ jaminan dari apa yang sedang kita harapkan. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi, tapi kita yakin hal tersebut bisa terjadi maka hal tersebutlah yang dinamakan dengan iman. Dan iman merupakan pusat dari segala sesuatu yang sedang kita harapkan, itu berarti segala hal yang sedang terjadi dan yang sedang kita nanti-nantikan maka muaranya adalah iman.
Dalam nats yang kita baca di atas. Kata iman diulang sampai tiga kali: (8) Karena iman Abraham taat………, (9) Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu……dan (11) Karena iman ia juga dan Sara………… Jadi iman memegang peranan yang penting di dalam menanti-nantikan janji Tuhan sekalipun itu kelihatannya mustahil. Dan kualitas inilah yang dimiliki oleh Abram dan tidak dimiliki oleh orang lain sejamannya.
Iman memiliki 3 content mutlak, yaitu: pengetahuan, persetujuan dan pengandalan. Pengetahuan berarti kita tahu siapa yang kita percayai dan dasar apa kita untuk memiliki iman. Persetujua, tidak cukup hanya tahu tetapi kita juga setuju dengan apa yang sedang kita ketahui tersebut, lalu kemudia pengandalan diri kepada apa yang diketahui dan disetujui tersebut.

2.      Ketaatan untuk Keluar
a. Ketaatan
Dalam Kejadian 12: 1 dikatakan: TUHAN berkata kepada Abram, "Tinggalkanlah negerimu, kaum keluargamu dan rumah ayahmu, lalu pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu (BIS). Kunci berikutnya untuk menuai janji Tuhan tersebut harus keluar dari tanahnya, dari rumah orang tuanya pergi ke tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan Tuhan menjadi miliki pusakanya. Dimanakah tanah Kanaan itu? Apakah Abram tahu dimana tempatnya? Ibrani 11: 8b …… lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Ternyata Abram tidak tahu dimana itu tanah Kanaan. Jadi dia tidak tahu ketika keluar dari rumah itu dia mau belok kiri atau belok kanan. Menuju tanah Kanan itu ada berapa persimpangan yang harus dilewati, dan dia juga tidak tahu nanti di tanah Kanan itu akan melakukan usaha apa?
Coba bayangkan jika saudara dalam posisi Abram saat itu, Tuhan panggil keluar dari ‘rumah’, kota tempat tinggal saat ini. Supaya cara berpikir kita lebih terbuka, ada baiknya kita tahu sedikit kondisi Abram pada saat dia dipanggil oleh Tuhan. pertama Kejadian 12: 5b mencatat…..dan segala harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang diperoleh mereka di Haran…….berarti pada saat itu kondisi Abram sedang dalam keadaan ‘makmur’ karena dicatat di Alkitab dia memiliki harta benda dan para pelayan, kata orang-orang dalam teks ini diterjemahkan dari kata servants yang berarti pelayan. Kedua, Kejadian 12: 4c…… Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. Usia 75 tahun menurut saya bukanlah usia yang produktif lagi untuk pergi ke daerah lain apalagi daerah itu adalah daerah yang tidak diketahui.
Mengingat semua hal tersebut, saya pikir ada banyak alasan bagi Abram untuk berkata kepada Tuhan: “Tuhan, saya kan sudah tua saya ga kuat lagi untuk mengembara/ melakukan perjalanan jauh” atau mungkin lebih halus dia bisa berkata: “Tuhan, kemenakan saya lot sajalah yang Tuhan panggil atau saudara saya Nahor” atau mungkin banyak alasan lain yang lebih realistis untuk menolak Tuhan dengan halus. Tapi apakah dia mau melakukannya? Tidak. Dia taat pada panggilan Tuhan. Mengapa? Karena dia punya iman.
Jadi, untuk bisa menuai apa yang dijanjikan Tuhan di tahun ini maka kualitas yang harus kita miliki dalam hidup kita adalah ketaatan kepada kebenaran Firman Tuhan. Kebiasaan untuk mempertentangkan kebenaran firman Tuhan harus kita tinggalkan. Imani saja apa yang menjadi tuntunan Tuhan tanpa harus mempertentangkannya.

b. Keluar
Kemudian hal yang tidak kalah penting ketika Abram dipanggil keluar dari Haran menuju tanah Kanaan adalah ada hal yang harus dia tinggalkan. Apa itu? Orang tuanya, saudaranya Nahor, tanah yang menjadi bagiaannya (warisan) dan mungkin banyak hal lain lagi. Dengan demikian ada hal yang harus ditinggalkan oleh Abram untuk menuai janji-janjinya Tuhan. Demikian juga halnya dengan kita, ada sesuatu hal yang harus kita tinggalkan yang membuat kita untuk layak menerima janji Tuhan di tahun ini. Apa saja? Mungkin kebiasaan menggerutu, mengumpat, berbohong, atau kebiasaan-kebiasaan yang lain yang tidak baik atau yang disebut dengan perbuatan daging (Gal 5: 19-21)

3.      Menanti-nantikan dengan setia
Hal berikutnya yang dilakukan oleh Abram adalah dia menanti-nantikan janji Tuhan dengan setia. Dalam Ibrani 11: 11 Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia. Walau tidak ada kesempatan untuk berharap lagi karena kondisi Sara isterinya adalah mandul (Kejadian 11: 30a) dan sudah tua (Kej 17:1). Apa yang membuat mereka bisa menanti-nantikan janji itu? Iman.
Mungkin ada hal yang sedang kita gumulkan selama bertahun-tahun dan belum dijawab oleh Tuhan, saya juga mengalami hal tersebut dan bahkan sudah lebih dari sepuluh tahun. Sesuatu hal yang menguatkan saya untuk tetap mendoakannya adalah perkataan: ”Dia yang memberikan janji itu setia”. Saya percaya ketika saya berharap kepada Tuhan yang setia, maka saya tidak akan dikecewakan. Apa yang sedang saya doakan akan Tuhan jawab sesuai dengan waktunya Tuhan. Permasalahannya selama ini adalah kita tidak setia menanti-nantikan janjinya Tuhan sesuai dengan waktu-Nya. Sering sekali kita memaksakan sesuai dengan waktunya kita, sehingga hal yang pasti terjadi adalah kesalahan.

4.      Persembahan
Ketika mendengar persembahan mungkin pikiran kita akan terkoneksi dengan uang. Jika hal tersebut ada, saya tidak menyalahkan saudara. Tapi, persembahan yang sebenarnya bukan hanya berbicara uang. Persembahan yang terbaik adalah mempersembahkan harta yang termahal di dalam hidup kita. Abram melakukan hal tersebut. Ketika Tuhan meminta supaya Abram mempersembahkan anaknya Ishak  untuk menguji kesetiaannya (Kejadian 22:1-19), Abram taat melakukannya. Sebenarnya ada banyak alasan bagi Abram untuk menolak permintaan Tuhan. Ishak adalah satu-satunya ahli waris janji Tuhan (Ibrani 11: 18) karena Tuhan sudah menolak Ismail anak dari Hagar pelayan dari Sara, (bdk. Kej 15: 4), persembahan korban manusia pada saat itu tidaklah hal yang lazim dan hal yang paling masuk akal karena Ishak adalah yang lahir di usia tua mereka dan anak yang mereka nanti-nantikan dengan sangat lama. Tapi kalau kita membaca nats tersebut, adakah Abram menolak permintaan Tuhan? Tidak, mengapa? Karena dia punya iman. Ibrani 11: 17,19 mencatat: Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal, karena ia berpikir, bahwa Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati. Dan dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali. Apa hasil dari ketaatan Abram? Iapun menerima kembali apa yang dijanjikan tersebut, karena ia mempersembahkan harta termahal dalam hidupnya.
Dalam Kejadian 14: 20 dicatat di dalam Alkitab, Abram adalah orang yang pertama sekali memberikan persembahan persepuluhan. Di samping persembahan tersebut di atas, adalah persembahan yang wajib hukumnya untuk kita persembahkan adalah persembahan persepuluhan (Mal 3:10). Mulai hari ini, setialah memberikan persembahan persepuluhan, Tuhan berjanji akan mengembalikannya sampai tidak ada lagi tempat bagi kita untuk menampungnya: …..that there shall not be room enough to receive it (AV).
Persembahan apa lagi yang perlu kita persembahkan? Waktu untuk membangun mezbah dengan Tuhan. Relakan waktu tidur saudara berkurang dengan bangun lebih awal, kumpulkan keluarga untuk mulai menyembah, berdoa dan baca firman Tuhan setiap pagi. Relakan waktu yang selama ini saudara gunakan untuk menonton sinetron yang tidak memiliki nilai edukasi, waktu untuk membicarakan hal-hal yang tidak perlu untuk mulai mempelajari Firman Tuhan dan menjadi saksi bagi orang-orang di sekitar saudara. Persembahkan waktu yang ada untuk melayani Tuhan, walau dalam ukuran manusia pelayan tidak menghasilkan uang (karena banyak orang yang memili cara berpikir seperti itu).

5.      Membangun Hubungan yang Intim dengan Tuhan
Setiap kali Abram berkemah atau tinggal di suatu tempat maka di situ dia mendirikan mezbah bagi Tuhan (Kej 12: 7,8). Hal ini menunjukkan betapa Abram bergantung kepada Tuhan dan menyadari keterbatasan yang dia miliki tanpa Tuhan. Adakah kerinduan kita seperti kerinduan yang dimiliki oleh Abram ini untuk membangun hubungan yang intim dengan Tuhan setiap hari. Memulai dan mengakhiri sebuah hari dengan memanggil/ menyembah Tuhan? Ketika kita memanggil Tuhan, itu berarti kita sedang mengandalkan Tuhan. Ketika manusia sudah mulai mengandalkan Tuhan, Yeremia 17: 7,8 mencatat Tuhan akan memberkati seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang merambatkan akarnya, yang daunnya tetap hijau meskipun ada musim kemarau dan menghasilkan buahnya pada musimnya.

Kiranya lewat kebenaran ini, para pembaca sekalian diberkati oleh Tuhan dan dimampukan untuk menuai janji-janji Tuhan di tahun ini.

Nats Alkitab:

(8) Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.
(9) Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.
(10) Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
(11) Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.
(12) Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya.