Selasa, 19 April 2011

Paskah: Pengorbanan Terbesar


PENGORBANAN TERBESAR
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Filipi 2:8

Berbicara tentang paskah (pass over), maka pemikiran kita akan diproyeksikan kembali kepada sejarah paskah, saat bangsa Israel akan keluar dari Mesir menuju tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan oleh Tuhan kepada Abraham sebagai miliki pusaka mereka. Dimana ketika Tuhan hendak menghukum bangsa Mesir dengan ‘membinasakan’ semua anak sulung yang ada di kota tersebut (Kel 11:4-6; 12:12), pada saat itu Tuhan melewatkan (pass over) setiap rumah orang Israel (Keluaran 12:13). Kenapa Tuhan melewatkan rumah bangsa Israel? Karena setiap ambang pintu dan ambang batas rumah dari bangsa itu diberi tanda dari darah anak domba yang dikorbankan (Kel 12: 4,13). Tuhan meluputkan bangsa Israel dari malapetaka yang akan terjadi karena ada pengorbanan. Dan paskah ini menjadi peringatan bagi bangsa Israel secara turun temurun sebagai hari raya untuk Tuhan (Kel 12:14). Menilik kembali apa yang dicatat di dalam kebenaran Firman Tuhan di kemudian hari setelah bangsa itu keluar dari tanah Mesir, maka kita akan menemukan bahwa pengorbanan binatang merupakan sesuatu yang lazim dilakukan sebagai korban penghapus dosa, korban pendamaian dan persembahan kepada Tuhan. Binatang yang paling lazim untuk dipersembahkan adalah domba.
Beribu-ribu tahun kemudian, pengorbanan inilah juga yang dilakukan oleh Tuhan Yesus ketika Dia merendahkan diri-Nya untuk turun ke dunia bahkan sampai mati di kayu salib untuk mengampuni manusia yang berdosa dan memperdamaikan manusia dengan Bapa. Sebenarnya bukan Tuhan tidak sanggup menyelamatkan manusia tanpa harus turun ke dalam dunia. Tuhan sanggup berkata kepada seseorang: “bertobatlah.. !” atau kepada si Rinto: “bertobatlah, jika tidak kamu akan mati” maka saya yakin orang tersebut akan bertobat. Tapi, Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang setia, Dia setia kepada apa yang sudah pernah dikatakan-Nya bahwa manusia boleh mengalami pendamaian lewat pengorbanan. Bagaimana pengorbanan Tuhan Yesus dan apa dampaknya bagi kita?

1.      Yesus Datang Kepada Umat Kepunyaan-Nya
Di dalam Yohanes 1: 3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa segala yang ada di bumi baik tumbuhan, hewan melata, yang berkeriapan di air, yang berkeriapan di udara dan binatang buas serta manusia adalah diciptakan oleh Tuhan Yesus. Ayat ini juga menyangkal pengajaran yang berkembang yang mengkotak-kotakkan tugas Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Dengan ayat tersebut, pengajaran yang mengatakan bahwa penciptaan adalah tugas Allah Bapa adalah pernyataan yang keliru dan tidak berdasar kepada firman Tuhan. Jadi sekali lagi ditegaskan bahwa segala sesuatu yang ada di bawah langit di atas bumi semuanya terjadi dengan peran Allah Tri Tunggal, di dalamnya termasuk Tuhan Yesus. Tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa oleh-Nya. Hal ini berarti, jika hidup saudara dan saya terpelihara saat ini juga karena Tuhan Yesus, kalau saudara boleh menikmati apa yang ada saat ini, pun karena Tuhan Yesus.

2.      Yesus Ditolak Umat Kepunyaan-Nya
Di atas sudah dijelaskan bahwa segala sesuatu yang ada terjadi oleh karena kehendak-Nya, tapi apa yang terjadi ketika Tuhan Yesus datang kepada orang kepunyaan-Nya, manusia yang sudah diciptakan-Nya, dipelihara-Nya itu? Yohanes 1:11 “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya”. Milik kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya bahkan menolak. Hal ini dapat kita lihat mulai dari kelahiran Tuhan Yesus, Dia lahir di kandang domba di kota Betlehem (Mikha 5:1-2; Matius 2:1; Lukas 2:4-7; Matius 2:4-8) ……karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan (Lukas 2:7), kemudian Yesus di tolak di Nazaret (Lukas 4:16-30), bahkan sampai di salibkan oleh umat pilihan-Nya sendiri (Lukas 23:33-43; Mat 27:33-44; Mr 15:22-32; Yoh 19:17-24).
Saya membayangkan betapa ‘sedihnya’ hati Tuhan Yesus saat itu, ketika Dia datang kepada umat kepunyaan-Nya, umat pilihan-Nya, umat yang telah dituntun-Nya tapi Dia di tolak. Saya punya ilustrasi seperti ini:
Misalkan saja hal ini terjadi dengan saudara. Anak yang sudah saudara lahirkan, ketika dia kecil saudara merawat dia dengan penuh kasih sayang, ketika sakit saudara bawa dia berobat bahkan tidak jarang terganggu tidur ketika dia rewel pada malam hari, kemudian si anak ini bertambah besar. Ketika sudah usia sekolah saudara menyekolahkan anak ini di sekolah yang terbaik dengan harapan kelak bisa memperoleh masa depan yang lebih baik dibandingkan saudara saat ini, sebagaimana harapan dan keinginan orang tua pada umumnya kepada anaknya. Lalu anak itupun beranjak dewasa dengan kasih sayang dari saudara. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Perguruan Tinggi terbaik, anak inipun mendapatkan pekerjaan yang baik. Suatu hari dia kembali ke kampung halamannya yaitu rumah anda. Pada suatu petang yang penat anda pulang dari tempat kerjaan lalu mengetuk pintu, ketika anak anda membukakan pintu lalu berkata:”Hei… kamu siapa? Saya tidak mengenal kamu, pergi…!!!”. Sebagai orang tua yang sudah berkorban demikian besarnya kepada anak anda, kira-kira apa yang akan anda lakukan? Mungkin saudara akan berkata: “Dasar anak durhaka…” bahkan mungkin memukul anak tersebut dengan apa saja yang bisa dijangkau oleh tangan saudara.
Sangat sedih bukan? Saya bisa merasakan itu karena saya juga saat ini sedang mengasuh anak saya yang masih kecil, sehingga saya dapat merasakan bagaimana susahnya mendidik anak saya. Hal tersebutlah yang terjadi dengan Tuhan Yesus, ketika Dia datang kepada umat ciptaan-Nya, tapi manusia menolak Dia dengan berkata: “Aku tidak mengenal kamu”. Seharusnya manusia yang sudah menolak Dia akan dihukum dan dibinasakan, tapi Tuhan Yesus malah menggantikan hukuman yang seharusnya ditanggung oleh manusia (II Korintus 5:21)

3.      Yesus Disalibkan
Pengorbanan terbesar yang Tuhan Yesus lakukan adalah ketika Dia rela disalibkan untuk menebusa dosa pelanggaran manusia. Dalam hal inilah hakekat paskah sesungguhnya, yaitu ketika Tuhan Yesus merendahkan diri sampai mati dikayu salib untuk menggantikan manusia yang seharusnya dihukum (II Korintus 5:21). Yesus disalibkan bukan karena kesalahan-Nya tetapi karena pelanggaran-pelanggaran kita (Yesaya 53:4-5). Harta termahal yang dimiliki oleh Bapa diberikan kepada manusia sebagai korban penebusan dan korban pendamaian, sehingga setiap orang yang percaya kepadanya ditebus dan diperdamaikan dengan Allah (Yohanes 3:16).
Saya akan memberikan sebuah ilustrasi yang bisa menggambarkan pengorbanan dan hati Bapa saat melihat Anak yang dikasihi-Nya taat sampai mati di kayu salib, walaupun ilustrasi berikut tidak dapat menggambarkan dengan tepat.
Seorang bapak setengah baya bekerja pada sebuah perusahaan kereta api, dan tugas bapak ini mudah saja. Beliau hanya bertugas menarik sebuah tuas yang mengerakkan roda-roda raksasa yang saling berhubungan untuk mengangkat jembatan yang merintangi jalan kereta api itu, sehingga kereta api tersebut dapat lewat dengan selamat -- jika jembatan tersebut tidak diangkat, maka kereta api itu akan mengalami kecelakaan yang sangat hebat.
Bapak ini memunyai satu orang anak yang sangat dikasihi dengan segenap jiwanya. Suatu hari, sang anak mengunjunginya di tempat kerja dan ia membiarkan anaknya melihat-lihat tempat kerjanya. Sewaktu anak ini menghampiri roda-roda raksasa tersebut, tiba-tiba sang anak terpeleset dan jatuh di antara roda-roda raksasa tersebut. Malang baginya, kaki anak kecil tersebut terjepit dengan eratnya di antara gerigi roda-roda raksasa. Melihat kaki anaknya yang terjepit, sang bapak dengan serta-merta menolong melepaskan kaki anak tersayangnya dari jepitan gerigi roda-roda.
Setelah berusaha sekian lama, sang bapak masih belum bisa melepaskan kaki anaknya. Sesaat kemudian, sang anak mulai menangis karena ketakutan. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar secara samar-samar suara peluit kereta api, memberi tanda agar jembatan itu harus segera diangkat. Sesaat kemudian, hati bapak ini menjadi sangat sedih dan ketakutan. Di dalam kecemasannya, dia masih berusaha melepaskan kaki anaknya, meskipun belum berhasil juga.
Tidak lama kemudian, suara peluit kereta api tersebut terdengar semakin jelas dan dekat. Hati bapak ini seketika menjadi hancur. Bapak ini mulai menangis dengan sedihnya. Di dalam hati bapak ini muncul suatu keraguan, haruskah dia mengorbankan anak satu-satunya demi menyelamatkan kereta api itu yang penumpangnya tak ada satu pun yang dia kenal? Namun, jika dia memilih untuk menyelamatkan anaknya, maka berapa jiwa yang akan melayang dengan sia-sia hanya gara-gara satu orang saja?
Sesaat kemudian, bapak ini perlahan-lahan mencium kening anaknya dengan penuh kasih sayang dan dengan hati yang hancur. Lalu bapak ini mulai berdiri dan menuju ke tuas pengangkat jembatan dengan air mata yang membasahi sampai ke bajunya. Sang bapak ini melihat sekali lagi pada anak satu-satunya itu. Sesaat kemudian, bapak ini menarik tuasnya, jatuh lemas, dan menangis sejadi-jadinya tanpa berani melihat proses kematian anaknya yang sangat tragis yang tidak pernah dibayangkan olehnya demi menyelamatkan orang-orang yang ada di dalam kereta api itu -- orang-orang yang sama sekali tidak menyadari bahwa saat itu juga mereka telah bebas dari kematian yang kekal.
Saudaraku yang terkasih, jika kita renungkan kembali kisah di atas, bukankah pengorbanan itu juga yang dilakukan oleh Tuhan Yesus, di mana Yesus rela disalib hanya untuk menebus dosa kita? Siapakah kita ini sehingga kita memperoleh keselamatan itu? Sesungguhnya kita ini tidak lebih dari sampah yang tidak ada harganya. Tetapi kasih Yesus begitu besar, sehingga Dia rela mati di atas kayu salib hanya untuk menebus dosa kita.

4.      Orang Percaya Diselamatkan
Hal apa yang harus dilakukan oleh manusia untuk meresponi kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus? Yaitu dengan menerima bukan menolak. Mungkin saudara akan berkata: “saya tidak pernah berkata, saya tidak mengenal Engkau Tuhan”, seperti orang-orang yang saya jelaskan sebelumnya atau “Saya kan orang yang rajin beribadah dan rajin memuji Tuhan, bukankah hal itu sudah menunjukkan bahwa saya tidak menolak Tuhan?”. Tunggu dulu. Memang kamu tidak pernah berkata seperti itu, tapi saya akan berikan bentuk penolakan yang lain ketika saudara mengandalkan kesalehan hidup dalam memperoleh Anugerah keselamatan yang Tuhan Yesus janjikan, maka sesungguhnya saudara sedang menolak Tuhan Yesus, sedang tidak mengakui Karya Agung Tuhan Yesus di kayu salib. Ketika saudara bertindak seperti itu (mengandalkan perbuatan baik, kesalehan hidup, ibadah, pujian penyembahan, persepuluhan) sebenarnya saudara tidak hanya sedang menolak Tuhan Yesus, tapi saudara juga sedang membuat diri saudara berada di bawah kutuk. Yeremia 17: 5 berkata: terkutuklah orang yang mengandalkan manusia dan mengandalkan perbuatannya.
Efesus 2: 8-9 Menjelaskan bahwa: Sebab Karena Kasih Karunia Kamu Di Selamatkan Oleh Iman, Itu Bukan Hasil Usahamu, Tetapi Pemberian ALLAH. Itu Bukan Hasil Pekerjaanmu, Jangan ada Orang yang Memegahkan diri. Jadi jelaslah bahwa Keselamatan itu bukanlah hasil usaha, kesalehan hidup, ibadah, pelayanan kita, tetapi semata-mata hanya karena Anugerah (Sola Gracia). Yohanes 6: 47 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya, ia mempunyai hidup yang kekal. Sangat jelaslah bagi kita sesungguhnya barang siapa yang percaya kepada Tuhan Yesus, ia mempunya hidup yang kekal/ keselamatan/ kepastian masuk sorga. Saat kapan kepastian itu kita dapatkan?? Saat saudara dan saya percaya kepada Tuhan Yesus, maka pada saat itu juga keselematan itu sudah menjadi milik saudara dan saya. Roma 10:9 mengatakan “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”. Dan keselamatan yang Tuhan Yesus anugerahkan adalah keselamatan yang kekal (Yohanes 10:28).
Saat ini, ketika saudara membaca renungan ini, biar hati saudara diubahkan oleh Tuhan. Saya rindu melihat saudara di selamatkan, saya rindu saudara tidak menjadi orang yang menolak Tuhan, tetapi menjadi orang yang menerima Tuhan Yesus. Yohanes 1: 12 berkata: Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya. Ketika saudara membuka hati menerima Tuhan Yesus untuk masuk di hati saudara maka Tuhan akan menjadikan saudara sebagai anak-anak Allah. Saudara sebagai anak berarti saudara berhak sebagai ahli waris dari apa yang telah disediakan Tuhan Yesus yaitu Sorga yang kekal. Roma 8: 17 berkata: Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.
Ibrani 3: 7-8 Sebab itu, seperti yang dikatakan Roh Kudus: "Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu….Buka hatimu untuk menerima Tuhan Yesus, sebab hanya di dalam Dia engkau memperoleh hidup yang kekal yaitu sorga yang dijanjikan-Nya.
Jika saudara mau membuka hati menerima Tuhan Yesus, saudara dapat meminta sendiri dalam doa kepada Tuhan, suapaya Tuhan Yesus masuk ke dalam hidup saudara. Atau saudara dapat menggunakan contoh doa ini: “Terima kasih Tuhan Yesus buat Firman-Mu saat ini, saya menyadari siapa diri saya selama ini saya adalah orang yang penuh dengan dosa, saya seringkali menolak Tuhan dalam hidup saua, saya mohon pengampunan dari Tuhan Yesus. Saat ini saya percaya Tuhan hanya dengan Iman dan Percaya maka saya memperoleh Anugerah hidup kekal yang Tuhan sediakan, saya menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya secara pribadi dan saya mengundang Engkau masuk dalam hidup saya, saya mau berbalik dari hidup saya selama ini dan hanya mengikut Tuhan Yesus saja. Amin”



Senin, 18 April 2011

Belajar Transliterasi Yunani


HURUF          NAMA HURUF                    CARA BACA DALAM KATA
kecil   besar     Yunani             Indonesia
α           A        άλφα                alpha                seperti A dalam Ayah, Aku
β           B        βήτα                 vita (beta)        seperti V dalam Vika, Vera
γ           Γ         γάμμα              gamma             seperti Y dalam Yang, Ya
δ           Δ         δέλτα               delta                seperti D dalam Danau, Dapat
ε           Ε         έψιλον             epsylon            seperti E dalam Enak
ζ           Ζ         ζήτα                 zita                  seperti Z dalam Zara Zettira
η           Η        ήτα                   ita                    seperti I dalam Iya, Indonesia
θ           Θ        θήτα                thita           seperti TH dalam Athena dalam bahasa Inggris = The
ι            Ι          γιώτα              iota                  seperti I dalam Lihat Ita (η)                         
 κ           Κ        κάππα             kappa               seperti K dalam Kapan, Kalau
λ           Λ        λάμδα             lamda              seperti L dalam Lalu, Lapangan, Lapar
μ           Μ       μι                    mi                    seperti M dalam Makan, Masa
ν            Ν       νι                     ni                     seperti  N dalam Norma, Anak
ξ            Ξ        ξι                     xi                     seperti  X dalam Xerox, Taxi
ο            Ο       όμικρον           omikron           seperti O dalam Orang, Tong
π           Π        πι                     pi                     seperti  P dalam Pacar, Pedoman, Mantap
ρ            Ρ        ρο                   ro                     seperti  R dalam Rama, Rasa, Anggar
σ(ς)        Σ        σίγμα               sigma            seperti S dalam Selalu, Senang, Rasa
τ            Τ        ταφ                  taf                    seperti T dalam Tahu, Tidak, Batu
υ            Υ       ύψιλον             ipsilon              seperti I dalam Lihat Ita (η)
φ            Φ       φι                     fi                      seperti  F dalam Fana, Futsal
χ            Χ       χι                     hi                     seperti  H dalam Hai, Hubungan, Tahu
ψ           Ψ        ψι                     psi                    seperti  PS dalam Psikologi
ω           Ω       ομέγα              omega              seperti O dalam lihat omikron (ο)


KOMBINASI HURUF

αι         AΙ        dibaca Ei seperti A dalam bahasa Inggris
ει         ΕΙ        dibaca I seperti-- Lihat Ita (η)
οι         ΟΙ        dibaca I seperti-- Lihat Ita (η)
υι         ΥΙ        dibaca I seperti-- Lihat Ita (η)
ου        ΟΥ      dibaca U seperti dalam Kamu, Aku, Kumulatif
αυ        AΥ      dibaca AV atau AF seperti dalam Oktaf, Munafik
ευ        ΕΥ       dibaca EF atau EV seperti Evangelis, Eforia
μπ        ΜΠ      dibaca B seperti Bapak, Babi, Bujangan
ντ         ΝΤ       dibaca D kalau di awal atau ND kalau berada di tengah kata seperti Dari, Tadi, Panda
γκ        ΓΚ       dibaca G kalau di awal atau NG kalau berada di tengah kata seperti Gunawan, Anggar
γγ         ΓΓ        dibaca G atau sama dengan ΓΚ tapi ditengah kata seperti Anggar
τσ        ΤΣ        dibaca C atau Ch contohnya Chandra, Charlie, Cacing
τζ         ΤΖ       dibaca J seperti Jangkar, Jangkauan, Saja

*kalau W di dalam bahasa Yunani hampir tidak pernah dipakai, tetapi kalau mau menuliskan sesuatu yang terdengar seperti ‘W’ biasanya yang paling mendekati menggunakan ‘β’

Senin, 11 April 2011

Diakah Pasangan Hidupku?


DIAKAH PASANGAN HIDUPKU?                    

Semua orang menyadari betapa pentingnya menemukan seorang pendamping atau pasangan hidup yang tepat, dan tentunya yang diperkenankan Tuhan. Tetapi masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana kita menemukan pasangan itu. Setiap pemuda-pemudi perlu menyadari hal-hal yang harus mereka perhatikan dalam memilih pasangan hidup.
Definisi pernikahan secara praktis sebenarnya adalah hidup bersama. Karena saling mencintai, kita hidup bersama dan ingin membagi hidup dan sukacita dengan seseorang. Apakah tujuan berpacaran? Berpacaran adalah proses menjajaki apakah kita dapat hidup bersama atau tidak, itulah inti berpacaran. Jangan sampai saat berpacaran kita kehilangan arah atau tujuan hakiki ini. Pacaran bukanlah untuk saling menikmati, pacaran bukanlah untuk menikmati malam yang indah, pacaran bukanlah agar ada orang yang kita kunjungi setiap hari Sabtu atau Minggu malam. Pacaran bukanlah untuk membagi sukacita dengan seseorang, pacaran bukanlah agar kita dicintai orang lain. Tetapi masa pacaran adalah masa kita menjajaki, belajar dan melihat dengan baik apakah kita dapat hidup bersamanya untuk selamanya atau tidak.
Beberapa pertanyaan yang patut dijadikan tolok ukur atau pedoman dalam menemukan pasangan hidup.
1.      Apakah dengan berpacaran justru makin dekat Tuhan?
Apakah kedua-belah pihak saling menolong untuk bertumbuh dan hidup makin dekat Tuhan? Sebab prinsipnya adalah segala hal yang kita lakukan haruslah memuliakan Tuhan. Jika dalam berpacaran justru tidak memuliakan-Nya, terbukti dari makin menjauhnya kita dari Tuhan, dapat dipastikan bahwa hubungan itu tidak diperkenan-Nya.
Berpacaran, memang hanya pertemuan rutin. Seminggu sekali datang ke gereja, pacaran pun seminggu sekali. Rutinitas ini tidak apa-apa, lebih baiknya adalah saling menguatkan, saling mendorong dan saling membangun, sehingga makin hari hubungan ini bertumbuh kepada Tuhan dan makin bergantung kepada-Nya. Contoh: saling menguatkan, saling memberikan teguran rohani, memberi dorongan rohani untuk terus percaya Tuhan, untuk melihat suatu masalah dari sudut Tuhan, untuk melihat apakah hal yang dilakukan itu memuliakan Tuhan atau tidak. Jika semua itu telah ada dalam suatu hubungan berpacaran, tentu akan memperkokoh kerohanian individu tersebut.
Tetapi jika salah satunya bukan anak Tuhan, dapat dipastikan hubungan itu tidak akan memuliakan Tuhan dan mereka tidak akan bertemu dalam Tuhan. Sebab yang satu secara otomatis tidak akan bisa memberikan dorongan rohani kepada pasangannya. Misalkan, jika pada hari Minggu orang yang percaya seharusnya ke gereja, namun pacarnya yang tidak percaya mengajaknya jalan-jalan, rekreasi, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti itu dapat menjauhkan orang percaya itu dari Tuhan. Apalagi dalam pembicaraan mereka berdua, otomatis hal-hal yang bersifat rohani tidak bisa lagi mereka bahas. Maka dalam Perjanjian Lama, Tuhan dengan jelas memerintahkan kepada bangsa Israel untuk tidak menikah dengan bangsa-bangsa yang tidak seiman, karena hati mereka dapat dibawa pergi menjauh dari Tuhan.
Biasanya kalau pada masa pacaran, yang satu menuruti saja kemauan pasangannya, setelah menikah keadaan akan berbeda. James Thompson, seorang psikolog dari AS pernah mengatakan, "sebaiknya hubungan pacaran itu dilandasi oleh dua cinta yang sama, jangan sampai yang satu sangat mencintai dan sangat bergantung pada pasangannya dibanding yang satunya." Dengan kata lain, pasangan seperti itu ialah pasangan yang tidak seimbang. Sebab kalau yang satu mencintai pasangannya secara berlebihan maka secara otomatis terjadi kebergantungan yang sangat kuat dari salah satu pihak. Sehingga yang satu cenderung mengikuti kehendak pasangannya guna menyelamatkan hubungan mereka. Ia berusaha agar tidak kehilangan pacarnya. Kondisi hubungan seperti ini tidak sehat dan sangat berbahaya, sebab suatu hubungan nikah haruslah didasari oleh kesetaraan. Di mana jika keduanya ditanya hal yang sama, mereka harus berani mengemukakan pendapat.

2.      Perbedaan-perbedaan apa yang mempersulit komunikasi.
Komunikasi adalah aspek yang sangat penting, karena saling berbicara akan menunjukkan banyak hal. Semisal: Kesamaan minat, kalau keduanya tidak memiliki ini maka akan kesulitan berbicara panjang lebar. Kesamaan berpikir, pola pikir yang sama juga memberikan kecenderungan bagi pasangan untuk dapat berbicara panjang lebar. Berikutnya ialah kemampuan memahami apa yang dibicarakan oleh pasangannya. Hal ini juga ditunjukkan dari seberapa mampu mereka berbicara. Sehingga hal-hal tersebut akan menambah keakraban mereka. Kenyataannya, ada pasangan yang sangat sulit berbicara dan jika ditanya kenapa, alasannya karena tidak ada yang perlu dibicarakan. Kesenjangan pendidikan yang terlalu jauh juga akan berpengaruh pada pola pembicaraan pasangan. Faktor pendidikan dan faktor IQ jangan berbeda terlalu jauh, karena jika demikian, di antara mereka tidak ada kesamaan dan sulit menemukan titik temu. Semakin banyak perbedaan, semakin sulit mencapai titik temu berkomunikasi.

3.      Seberapa mampukah untuk bekerjasama?
Salah satu wujud kerjasama dapat terlihat dari kemampuan pasangan mengambil keputusan bersama ketika menghadapi masalah. Jika ada perbedaan pendapat, itu berarti mereka harus mampu mengambil keputusan bersama. Dengan demikian mereka "lulus" dalam faktor kebersamaan, karena masalah itu mengundang atau bahkan mengharuskan kita untuk mengambil keputusan. Ketika masalah timbul, keputusan apa pun yang diambil, harus diputuskan berdua.
Banyak orang dapat mengambil keputusan sendiri tetapi sulit untuk mengambil keputusan berdua, itu hal yang sangat sulit, sehingga akhirnya banyak pasangan yang tidak melalui tahapan sehat ini. Mereka mengambil jalan pintas yaitu: yang satu memaksakan kehendaknya dan yang satu hanya menerima kehendak saja. Seolah-olah dari luar tampak baik-baik, tenteram, dan harmonis namun sebetulnya ada unsur keterpaksaan. Meskipun banyak masalah tapi tidak ribut dan memang hanya dapat menyelesaikan sedikit dari permasalahan itu, tetapi dalam keadaan itu ada yang menderita dan tertekan. Lebih sehatnya, mereka harus menyelaraskan diri agar dapat belajar bekerja sama. Tetapi hal ini sulit dilakukan, jauh lebih mudah yang satu memaksakan dan yang satu hanya menurut. Pasangan tidak seiman pasti akan berdampak dalam kerja sama mereka. Dalam memutuskan suatu masalah diperlukan kesamaan nilai-nilai hidup, jika nilai hidupnya berbeda maka hal ini akan mengganggu. Misalnya dalam persepuluhan, yang satu rela memberikan persepuluhan kepada Tuhan, yang satu lagi sangat mungkin keberatan. Yang satu ingin melayani Tuhan lebih aktif, yang satu enggan melepas pasangannya ke gereja. Yang satu mungkin menghalalkan segala cara, yang satunya takut akan Tuhan.

4.      Apakah kita bersedia berekresi atau menikmati waktu luang bersama?
Jangan sampai kita dan pasangan menjadi sangat berbeda, sehingga benar-benar tidak ada titik temu untuk menikmati hidup bersama. Semisal pihak yang satu senang nonton bola, pihak yang lain suka mendengarkan lagu-lagu rock&roll; pihak yang satu senang keramaian dan kumpul-kumpul, pihak yang lain lebih suka berdiam di rumah, akhirnya yang terjadi adalah tidak pernah menikmati hidup bersama. Yang penting adalah bukan memulai kesamaan, tetapi bagaimana mencocokkan diri dalam perbedaan itu dan saling menghargai perbedaan yang ada.
Ketika baru menikah, kami mempunyai perbedaan yang cukup besar dalam hal menikmati waktu luang atau rekreasi. Istri saya sangat senang dengan pantai dan laut, saya lebih suka ke gunung. Sangat berbeda, sebab tidak banyak tempat yang sekaligus ada keduanya. Tetapi setelah menikah belasan tahun, sekarang saya dapat menikmati pantai, saya tahu dia suka ke pantai sehingga juga meluangkan waktu untuk pergi ke pantai. Karena usaha ini memberikan saya kesempatan untuk sering ke pantai, lama-kelamaan saya sangat menikmati pantai dan dia pun akhirnya sangat menikmati pegunungan. Jadi, sekali lagi intinya adalah bukan mencari seseorang yang persis dengan kita, tapi mencari seseorang yang dapat memahami dan menyesuaikan hidupnya dengan kita.

5.      Apakah teman-teman kita bisa diterima oleh pasangan kita, begitu juga sebaliknya?
Salah seorang dari pasangan pada suatu saat harus mengajak calonnya untuk diperkenalkan kepada teman-temannya. Masing-masing harus melihat dengan jelas siapakah teman-temannya, karena secara tidak langsung mencerminkan siapa dia sebenarnya. Mereka yang telah menikah menyadari bahwa kita hidup di tengah masyarakat dan tidak lepas dari orang lain, yaitu teman-teman kita sendiri. Oleh karena itu, adalah penting bertanya, dapatkah pasangan saya masuk ke dalam lingkungan teman-teman saya dan diterima, begitu juga sebaliknya.
Sudah pasti keduanya memiliki latar belakang yang berbeda, dan teman-temannya pun tentu berbeda. Hal yang penting bukan lagi kesamaan teman, tapi dapatkah menerima dan menyesuaikan dengannya atau tidak? Sebab masing-masing pasti akan bertemu dengan sekelompok teman baru. Semisal ada perbedaan iman, yang satu biasa bermain dan bergaul dengan teman-teman di gereja dan yang satu mungkin tidak merasa cocok dengan teman gerejanya. Karena perbincangan mereka berbeda, maka tidak akan ada titik temu dan bagi yang satu akan merasa seperti di tengah-tengah orang asing. Sebaliknya, orang yang percaya juga mungkin merasa tidak nyaman kalau teman-teman pasangannya mengajaknya ke diskotik atau "night club", sebab bukanlah jiwanya.
Menurut saya, teman sesungguhnya mencerminkan siapa kita, siapa yang kita pilih menjadi sahabat sedikit banyak mencerminkan siapa diri kita. Kalau temannya adalah orang yang tidak benar, brengsek, dan sebagainya, tapi mengaku hidupnya benar maka ada kemungkinan hidupnya benar. Tetapi kalau dia tetap bersahabat dengan mereka maka sedikit banyak mencerminkan siapa dia sebenarnya. Ada kemungkinan dia masih menyenangi kehidupan seperti itu. Pasangannya harus melihat dan berpikir, apakah dia akan merasa cocok jika teman-temannya adalah orang yang suka ke "night club" atau karaoke setelah pulang kerja dan sebagainya. Harus mempertimbangkan apakah dia mau hidup dalam lingkungan seperti itu, karena pada akhirnya dia tidak bisa memisahkan pasangannya dari lingkup teman-temannya. Kalau keadaan seperti itu sampai mempengaruhi mereka dan keduanya benar-benar tidak bisa masuk ke dalam lingkup sosial masing-masing, maka salah satu harus berani memutuskan hubungan. Karena itu menandakan tidak adanya kecocokan di antara keduanya, meskipun di permukaan mereka tampak cocok..
Saya mengenal seseorang yang kuat dalam Tuhan tapi akhirnya menyukai seorang teman pria yang bukan dalam Tuhan. Akhirnya dia bersedia menguji apakah dia cocok dengan pasangannya ini. Sebenarnya saya kurang setuju dengan langkah yang diambilnya, namun dia melakukan hal yang bijaksana. Kebetulan pasangannya yang tidak seiman itu tinggal di kota lain, lalu dia memutuskan pergi ke kota itu. Ia tidak tinggal dengan pria itu tetapi di tempat temannya dan mengunjungi pria itu selama seminggu atau dua minggu. Di situ baru dia melihat gaya hidup pacarnya itu, yaitu pulang kerja tidak langsung ke rumah tapi mampir dulu ke "night club" sampai jam 11 atau 12 malam baru pulang. Melihat gaya hidup pacarnya seperti itu, dia balik lagi ke kota asalnya dengan suatu keputusan yang sangat jelas, dia harus putus hubungan dengan pacarnya.
Contoh lainnya: Ada seorang pemuda yang juga mengalami masalah seperti itu, sebetulnya sadar bahwa dia tidak cocok dengan kekasihnya, dia malu untuk memperkenalkannya, karena merasa tidak diterima oleh teman-teman dan keluarganya. Tapi karena cintanya terlalu kuat maka sulit untuk memutuskan hubungan. Ini adalah hubungan yang tidak sehat, tapi sangat sulit untuk bisa lepas satu sama lain. Penyebabnya adalah karena pemuda itu tidak bisa mempresentasikan pasangannya di hadapan orang-orang. Mereka menjadi sangat saling bergantung satu sama lain, seolah-olah kebutuhan mereka tidak bisa dipenuhi oleh orang lain. Hanya pasangannya yang bisa memenuhi kebutuhan itu, sehingga mereka benar-benar bergelendot, bersandar penuh kepada pasangan dan tidak dapat membuka diri terhadap masukan orang lain. Hal ini amat berbahaya, karena mereka menjadi sangat eksklusif, tidak realistis, sangat membebankan dan tidak memberikan ruang gerak bagi pasangannya. Setelah menikah baru menyadari bahwa pasangan kita tidak bisa memenuhi setiap kebutuhan kita.
Terkadang ada pasangan atau calon suami-istri yang beralasan: "Yang penting kan kita berdua, orang lain bisa diatur nanti." Alasan ini tidak dapat diterima untuk melandasi suatu pernikahan, sebab kita harus sadar bahwa kita hidup dengan orang lain dan harus berelasi dengan mereka. Saat ini banyak terjadi persoalan di mana suami seolah-olah merasa cocok dengan istrinya, tetapi istrinya tidak bisa cocok dengan satu manusia pun di luar sana, atau sebaliknya si suami tidak bisa cocok dengan satu manusia pun. Setiap kali berkumpul dengan orang selalu ribut, selalu tidak cocok dan lain sebagainya. Dalam keadaan seperti ini yang menderita adalah pasangan itu sendiri. Setelah menikah baru menyesal, semua sudah terlambat! Prinsipnya adalah berpasangan dengan orang yang bisa kita presentasikan ke hadapan orang lain. Kita tidak bisa berpasangan dengan seseorang yang ingin kita sembunyikan dari khalayak ramai karena merasa malu. Kita harus memiliki kebanggaan ketika bersanding dengannya, berjalan dengannya, dan mempresentasikan dia di lingkungan kita, entah di tengah-tengah teman, keluarga, maupun kolega kita. Jika belum menikah saja sudah merasa malu berjalan dengan dia dan menyembunyikan dia, ini adalah bukti hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang. Kalau kita hanya berani berduaan di luar khalayak ramai, hubungan ini akan menjadi terlalu eksklusif. Yang lebih serius lagi adalah tidak berani mempresentasikan dirinya, karena sebetulnya menyadari banyak hal dalam dirinya yang tidak dapat diterima orang lain dan sebenarnya kita pun tidak bisa menerimanya.
Pilihlah orang yang bisa kita terima dan tidak malu untuk menerimanya. Temukanlah sesuatu yang dapat membuat kita merasa bangga terhadapnya, misalnya: kualitas hidupnya, status sosialnya, atau keterampilannya. Tidak harus orang yang paling tampan atau paling cantik, tapi yang penting adalah tidak malu berjalan dengannya. Suatu hari kelak kita tidak malu dikenal sebagai suami atau istrinya.

6.      Apakah memiliki nilai moral yang sama?
Nilai moral sesungguhnya adalah poros sedangkan keputusan hidup kita adalah jari-jarinya, sehingga kalau poros itu tidak ada atau tidak lagi berimbang, sudah tentu jari-jarinya akan berputar tidak beraturan atau kacau. Seperti poros, nilai moral sangatlah penting sebab akan menentukan saat misalnya kita akan membeli rumah yang besar atau yang kecil, atau jika orang tua kita yang membutuhkan rumah juga, jikalau kita berkata, "Wah ... orang tua saya juga perlu uang ini, bagaimana kalau kita beli rumah yang sedang dulu, jangan yang terlalu besar, nanti kalau ada uang yang lebih banyak baru membeli yang lebih besar." Tentu pasangan kita akan bertanya, "Untuk apa uang itu ... ?" Kita berkata, "Ya, saya mau bagikan kepada orang tuaku karena ini penting buat mereka." Kalau pasangan kita tidak mempunyai nilai hidup yang sama tentu ia akan menolak dan marah. Nilai moral atau nilai kehidupan sangat luas jangkauannya. Ada sebagian muda-mudi yang menerapkan gaya hidup "kumpul-kebo". Mereka mempunyai standar/nilai moral yang mengujicobakan hidup bersama sebelum keduanya sah menjadi suami-istri. Hasil dari nilai dan gaya hidup seperti ini tidak pernah efektif. Hasil studi di AS menunjukkan justru tingkat perceraian di kalangan pasangan kumpul-kebo lebih tinggi daripada pasangan yang tidak pernah melakukannya. Sangat menarik sekali mengapa mereka yang kumpul-kebo, hidup bersama, akhirnya lebih rawan terhadap perceraian, dibandingkan mereka yang tidak pernah hidup bersama. Satu jawaban yang hakiki adalah pernikahan. Pernikahan adalah sesuatu yang sakral, yang suci, dan jika yang suci itu dicemarkan, diremehkan, dibuang seperti sampah maka akhirnya kedua belah pihak melihat masing-masing seperti sampah juga sehingga perasaan saling menghargai akan sangat kurang. Sudah pasti bahwa hidup bersama di luar ikatan pernikahan tidak dikehendaki dan tidak diberkati Tuhan, sebab melanggar firman Tuhan yang jelas mengatakan "Jangan berzinah!"
Mereka yang tidak takut kumpul-kebo sudah pasti tidak takut bercerai. Ada kalanya memang yang satu sangat tidak berkeberatan untuk melakukannya. Dahulu kita beranggapan, bahwa sudah pasti yang akan berinisiatif untuk kumpulkebo atau berhubungan seksual sebelum menikah adalah si pria. Tetapi kenyataan itu sekarang mulai berbeda, cukup banyak wanita yang sangat berani meminta hubungan seksual sebelum menikah. Ini adalah hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang karena mereka tidak akan berkesempatan melihat problem-problem lain dengan objektif. Seks akan membawa kenikmatan, sehingga kalau seks sudah menjadi pusat hubungan mereka maka akan menutupi masalah-masalah yang sebetulnya ada dalam hubungan mereka. Kalau mereka berhubungan seks sebelum menikah, itu terjadi karena yang satu kurang dapat menguasai diri, selalu tidak dapat menguasai diri. Keadaan ini akan membuat pasangan-nya bertanya-tanya, seandainya telah menikah dan dia bersama orang lain dan kebetulan harus berdua, apakah dia mampu menguasai diri. Dengan kata lain, ketidakmampuan pasangannya menguasai diri dapat mengurangi rasa percaya, dan juga akan mengurangi rasa hormat atau respek. Jujurlah kepada diri sendiri maka kita sesungguhnya menghormati pasangan kita yang justru bersikeras menjaga kesuciannya. Kita jauh menghormati pasangan yang berani konsekuen dengan kekudusannya dibanding pasangan yang memperlakukan tubuhnya sembarangan.
Yang seringkali ditanyakan oleh mereka yang masih berpacaran dalam ceramah dan seminar ialah, sampai sejauh mana boleh mengungkapkan hasrat seksual? Secara umum, sebaiknya jangan sampai berciuman di bibir sebab bibir adalah organ tubuh yang sangat erotis dan kalau sudah masuk pada ciuman bibir biasanya akan mengundang tindakan-tindakan lain yang lebih serius. Cukup berpegangan tangan atau berpelukan dari samping. Jangan berpelukan dari depan karena posisi ini juga akan mengundang reaksi birahi. Nasihat atau larangan ini memang terdengar sangat kolot bagi para pemuda. (Saya mengatakan begini berdasarkan pengalaman sendiri). Ketika berpacaran, saya pun harus bergumul dengan hal-hal seperti itu dan ingin agar mereka yang mendengar atau membaca hal ini akhirnya tidak harus jatuh ke dalam dosa dan merasa telah melakukan hal yang salah.
Ada yang menganggap jika tidak melakukan apa yang biasa dilakukan teman-teman sebayanya, seperti berciuman bibir, yang dikhawatirkan para pemuda ialah, mereka akan dicap pasangannya sebagai orang kolot/kuno. Atau sebaliknya si wanita khawatir dicap sebagai orang yang dingin, sehingga terpaksa melakukannya. Hal itu dapat dihindari melalui komunikasi yang lebih terbuka, yaitu masing-masing mengatakan baiklah menjaga diri dengan mengambil langkah-langkah seperti ini. Jikalau sudah ada pengertian seperti itu seharusnya tidak ada lagi tempat untuk kesalahpahaman. Justru mereka akan lebih bangga dengan hubungan seperti itu karena mereka saling menentukan target dan dari situlah akan nampak bagaimana mereka bekerja sama untuk saling menjaga kesucian. Hal ini patut dijadikan tolok ukur, karena misalnya si wanita melihat pasangan prianya terlalu bernafsu padanya, setidaknya dia bertanya-tanya, pacarku ini mencintaiku atau mencintai tubuhku, ini adalah dua hal yang berbeda.

7.      Dapatkah menerima dan menghargai keluarga masing-masing?
Ini adalah salah satu pertanyaan yang sangat penting, apalagi dalam konteks ketimuran kita. Mereka yang menikah tidak bisa berkata, "Saya hanya menikahimu dan tidak peduli dengan keluargamu". Berdasarkan pengalaman, sekali lagi, hal ini seringkali menjadi duri dalam hubungan nikah mereka. Berkali-kali saya menyaksikan ini dalam praktik, yaitu akhirnya hubungan suami-istri sangat terganggu masalah keluarga masing-masing. Biasanya yang terjadi adalah salah satu pihak tidak menghargai keluarga pasangannya. Bukan berarti  harus dengan buta menghargai keluarga pasangan kita karena mungkin ada anggota keluarga yang bermasalah. Misalnya, bapak atau ibu  mertua yang bermasalah, tapi kita juga harus menyadari bahwa seberapa pun mereka bermasalah, tetap saja mereka adalah bagian kehidupan pasangan kita dan ia sedikit banyak pasti berharap agar kita mau menghargai mereka. Sebab penghinaan terhadap keluarganya juga berarti penghinaan terhadap dirinya. Sebaiknyalah menikah dengan seseorang yang keluarganya dapat kita hargai.
Seringkali yang terjadi dalam masa pacaran adalah telanjur saling senang tapi kemudian salah satu dari orang tua entah dari pihak pria atau wanita tidak menyetujui atau tidak merestui. Sebagai orang Kristen yang beriman kepada Tuhan, bagaimana seharusnya mereka bersikap?
Hal ini sering dipertanyakan, namun selalu ada pertanyaan, apakah orang tuamu jelas melihat pasanganmu? Sebab ada kalanya orang tua mempunyai frase posisi atau anggapan yang kurang jelas sehingga harus mengetahui terlebih dulu apakah orang tua telah jelas melihat pasangan kita. Pertama, kitalah yang bertugas memberikan penjelasan selengkapnya dan seobjektif mungkin. Kedua, harus selalu menghargai masukan orang tua sebab kita harus selalu kembali pada fakta motivasi. Ada orang tua yang susah melepas anaknya untuk menikah, sehingga siapa pun yang menjadi pasangan si anak akan dicelanya. Tapi pada umumnya orang tua tidak seperti itu dan mereka menginginkan agar anak-anak bahagia. Jadi, kalau sampai orang tua menentang, biasanya karena mereka prihatin bahwa orang itu sesungguhnya tidak cocok dengan anaknya. Mungkin ini yang tidak terlihat oleh si anak. Maka, anak perlu menghargai masukan orang tua sebab umumnya orang tua tidak beniat jahat, justru melakukan itu untuk kebaikan si anak. Inilah yang perlu dipelajari oleh si anak, kenapa orang tuanya menentang, dia harus melihat hal-hal itu dengan objektif.
Misalnya yang kerap terjadi adalah orang tua melarang anaknya menikah karena alasan perbedaan etnis. Ada sebagian anak yang tetap ngotot dan tidak menghormati petunjuk atau permintaan orang tuanya. Sebagai akibat pergaulan yang sangat terbuka, mereka melihat banyak pasangan yang berbeda etnis dan di mata mereka pasangan itu toh tetap berbahagia. Ada sebuah kesaksian dari seorang pendeta kulit putih di AS, suatu hari putrinya datang kepadanya dan berkata, "Papa, saya akan menikah", si papa berkata, "Ya baik, bagus, dengan  siapa ...?" lalu putrinya berkata, "Dengan seorang berkulit hitam, seorang Negro". Si papa kemudian berkata dengan sangat bijaksana, "Silakan, tidak apa-apa, tapi saya minta kamu melakukan satu hal, tinggallah bersama keluarga dan orang tuanya selama jangka waktu tertentu (6 bulan atau setahun)." Anak itu menyetujui dan ia tinggal berbulan-bulan dengan keluarga si pria itu, setelah berbulan-bulan dia kembali ke rumah papanya dan berkata, "Papa, saya berubah pikiran, tidak jadi menikahi pasangan saya." "Kenapa ...?" sebab memang ternyata perbedaan etnis berdampak pada suatu hubungan, bukan masalah etnis tapi gaya hidup dan cara hidup, nilai-nilai hidup, kebiasaan hidup, semua itu perlu dipertimbangkan. Ayah si putri itu memberikan pemecahan yang bijaksana, sehingga bukan dia yang melarang tapi anaknya sendiri yang memutuskan untuk membatalkan hubungan ke tahap pernikahan.
Secara Alkitabiah, seorang Kristen tidak boleh melarang anaknya menikah dengan orang yang berlainan etnis. Karena memang Tuhan tidak menghendaki hal itu, Tuhan melihat semua orang sama. Tuhan hanya membedakan seiman atau tidak, Tuhan memintanya dengan jelas. Tuhan tidak mempersoalkan masalah etnis yang berbeda karena semuanya adalah ciptaan Tuhan. Namun, selain itu kita harus menyadari bahwa setiap golongan masyarakat mempunyai pola dan kebiasaan hidup yang unik untuk setiap kelompok. Bahkan meskipun mereka satu etnis, antara orang yang berstatus ekonomi tinggi dengan yang berstatus eknnomi rendah akan memiliki gaya hidup yang berbeda. Sebelum menikah, lihatlah dengan jelas hal-hal yang mungkin dapat menjadi duri dalam pernikahan mereka. Bagi pasangan yang berbeda etnis, bukan masalah etnisnya tapi mereka harus menyadari perbedaan-perbedaan gaya hidup dan bagaimana kelak dapat menyesuaikannya.

8.      Apakah memiliki perbedaan faktor ekonomi yang terlalu jauh?
Perbedaan kemampuan ekonomi yang terlalu jauh akan mempengaruhi kehidupan pernikahan, apalagi jika si pria lebih rendah, sebab pria cenderung mengukur harga dirinya dari segi keberhasilan ekonominya. Sewaktu menikah dengan wanita yang status ekonominya jauh melampaui dirinya, biasanya dia akan minder. Seorang yang minder dapat mempunyai dua perilaku yang ekstrim, pertama: dia menjadi sangat penurut, mengikuti semua kehendak si istri dan keluarganya, kedua: justru kebalikannya, ia melarang si istri dekat dengan keluarganya, memerintah si istri, dan menjadi bos atas istrinya, atau ada juga seperti istilah orang Jakarta yang mengatakan, memoroti uang si   istri. Suatu kali ada kejadian dimana setelah si suami menjadi berhasil dan sukses kemudian membalas dendam, rupanya dia menyimpan dendam dan otomatis akan merasa peka dan cepat tersinggung. Mungkin keluarga si istri tidak menghina tapi kadang ada perkataan yang kurang enak dan itu begitu sensitif baginya. Ia menjadi dendam dan akhirnya menimbulkan permusuhan, sungguh menyedihkan.

9.      Apakah problem masa lalu telah diselesaikan dan dituntaskan?
Sebaiknya ia mengetahui dengan jelas siapa kita, termasuk masa lalu kita. Kalau masa lalu kita sangat kelam, misalnya sebelum bertobat kita hidup dalam kehidupan seksual yang sangat bebas, akuilah dengan jujur karena ini penting untuk diketahui oleh pasangan kita. Jangan sampai sesudah menikah baru istrinya tahu, "oo ... itu pacarmu dulu, oo ... itu juga pacarmu yang dulu, oo ... itu bekas pacarmu lagi " Si istri akan bingung, berapa banyak mantan koleksi suaminya dahulu. Tidak perlu menjelaskan secara rinci apa saja yang dilakukan saat itu karena dapat mengganggu memori atau ingatan pasangan kita untuk waktu yang lama. Cukuplah menjelaskan perbuatan tidak baik yang pernah dilakukan secara garis besar. Kalau ia bertanya lebih rinci, misalnya hubungan yang tidak senonoh seperti itu, sebaiknya jangan dijelaskan. Jadi, tidak usah membangkit-bangkitkan semua yang telah terjadi, hal itu sangat tidak bijaksana sebab terkadang dapat dijadikan alasan untuk bertengkar.

10.  Dapatkah menghadapi dan menyelesaikan pertengkaran bersama-sama?       
Dalam masa pacaran, pertengkaran tidak harus dihindari sebab ada yang berkonsep bahwa hubungan yang sehat adalah hubungan yang bebas dari pertengkaran. Hubungan yang sehat bukanlah hubungan yang bebas dari pertengkaran dan juga bukanlah yang sarat dengan pertengkaran, keduanya tidak sehat. Indikasi hubungan yang sehat adalah hubungan yang kadang-kadang ada pertengkaran, tapi yang pasti bisa diselesaikan. Kuncinya justru adalah bisa diselesaikan bersama-sama, dituntaskan dengan pengampunan dan penerimaan. Hubungan yang tidak mampu menyelesaikan masalah sebetulnya adalah hubungan yang sangat lemah. Kadang kala orang menganggap suatu masalah selesai karena keduanya sudah terlalu lelah bertengkar, "Ya sudah ... terserah kamu!" Dua tiga hari kemudian pertengkaran itu hilang lalu muncul lagi. Itu tidak sehat, keduanya harus mampu mencari jalan keluar, solusi harus selalu ada dalam hubungan yang sehat.

11.  Dapatkah saling membicarakan dan merencanakan masa depan bersama?
Masa depan bersama adalah hal yang baik untuk dibicarakan, jadi keduanya harus membicarakan aspirasi mereka ke depan. Sangatlah penting saling bertanya dan membahas keinginan mendatang, apa kerinduan dalam hidup ini, apa yang perlu diraih dalam hidup ini. Misalnya yang satu merindukan rumah dan ingin tetap tinggal di rumah itu dalam waktu yang lama, tidak usah berpindah-pindah pekerjaan asal memadai atau cukup, tapi yang satu berbeda pendapat yaitu ingin mengejar jenjang karir yang lebih tinggi, kalau perlu pindah rumah atau pindah kota sekalian, tidak apa-apa. Hal seperti ini harus dibicarakan sebagai salah satu tolok ukur, apakah kelak keduanya sanggup membangun pernikahan atau kehidupan rumah tangga yang sehat.
Ams 27:1 dan 2 mengatakan: "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu. Biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu, orang yang tidak kau kenal dan bukan bibirmu sendiri."

Dua hal dalam ayat ini akan dikaitkan dengan hubungan berpacaran:
Pertama adalah janganlah memuji diri karena esok hari, jadi jangan terlalu bermegah akan esok hari. Banyak yang berpacaran tertalu positif akan hari esok, bahwa hubungan mereka pasti cemerlang, pasti cocok, pasti tidak ada masalah, karena saling mencintai. Tidak, jangan terlalu memuji diri akan hari esok. Lihatlah hari esok dengan realistik.
Kedua, biarlah orang lain memuji engkau dan bukan mulutmu. Maksudnya adalah jangan berkata bahwa hubungan kita paling kuat, paling sehat karena saling mencintai. Biar orang lain yang memuji, artinya terimalah dan mintalah tanggapan orang lain. Semakin sehat suatu hubungan, semakin berani mereka menerima masukan orang lain. Suatu hubungan akan semakin tidak sehat dan rapuh bila mereka takut menerima masukan orang lain.
Pasangan yang merintis hubungan ke arah pernikahan harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan di atas sebagai introspeksi diri. Semua itu dapat dijadikan pedoman, namun yang terpenting adalah kita harus berpegang pada firman Tuhan, yang pasti dapat memberikan petunjuk bagi kita. Dalam Yak 1:5 dituliskan: "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada ALLAH, yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit, maka hal itu akan diberikan kepadanya. "Saya sering menasihati mereka yang berpacaran bahwa salah satu doa yang harus mereka panjatkan atau minta kepada Tuhan adalah hikmat, yaitu hikmat untuk bisa melihat. Menurut saya pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan yang baik dan seringkali terpikirkan oleh banyak pasangan, tapi mereka tidak bisa melihat jawabannya karena mata mereka terkaburkan seolah-olah terbutakan oleh amuk cinta. Sehingga mereka harus minta hikmat agar menjernihkan mata mereka dan dapat melihat dengan jelas.
Sekarang banyak diselenggarakan program bina pranikah untuk mempersiapkan calon-calon pasangan suami-istri baik di gereja maupun di tempat lain. Program ini sangat diperlukan, karena dengan adanya bina pranikah maka jemaat semakin diperlengkapi dengan pengetahuan yang penting sebab memang tidak ada kuliah pernikahan. Salah satu cara terbaik dan sangat efisien adalah mendayagunakan anak-anak Tuhan sendiri, seperti majelis, atau tua-tua gereja yang memiliki hubungan nikah baik dan sehat. Mereka bisa diminta untuk memberikan bimbingan, memberikan masukan-masukan dari pengalaman hidup mereka, itu sangat bermanfaat.



Sumber:
Judul Buletin     : TELAGA
Judul Artikel     : Diakah Pasangan Hidupku?
Pengarang        : Pdt. Dr. Paul Gunadi, Ph.D.
Penerbit            : Literatur SAAT, Malang, 2004
Halaman           : 5 -- 28

Pernikahan Kristen


PERNIKAHAN KRISTEN
                     
"TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia." Kej 2:18

Adam membutuhkan penolong, maka ia dibuat tidur nyenyak, dan Tuhan meng"operasi" dia lagi. Inilah pengaliran darah yang pertama di dalam Alkitab. Pengaliran darah untuk penebusan dosa, adalah setelah Adam dan Hawa berdosa, dan seekor binatang disembelih untuk pakaian mereka. Tetapi pengaliran darah pertama di dalam diri manusia, dilakukan oleh Allah sendiri, ketika Allah memecahkan daging sehingga darah keluar dari Adam. Di sini kita melihat ajaran yang penting sekali, suatu simbol yang ketat, yaitu tanpa pengorbanan tidak ada orang bisa menjadi pemimpin. Kalau Adam tidak mau dilukai, ia tidak mungkin bisa menjadi kepala keluarga. Ia harus ditidurkan dan menerima operasi dari Allah. Di sini kita melihat lambang yang sedemikian hebat. Sewaktu Kristus mengalirkan darah, baru gereja muncul. Gereja adalah mempelai wanita Kristus. Kristus mencintai gereja-Nya karena Ia telah mencurahkan darah untuk gereja-Nya. Ini dilambangkan pada waktu Kristus mati untuk memungkinkan gereja bisa berdiri. Dan ini dilambangkan oleh Adam yang harus tidur, dilukai dan berdarah, tulang rusuk diambil, untuk menciptakan Hawa menjadi penolong baginya.

PEREMPUAN DARI RUSUK LAKI-LAKI
Orang Barat mempunyai pepatah yang indah: "Perempuan diciptakan oleh Tuhan dengan tulang rusuk, bukan tulang kepala supaya jangan keduanya jadi kepala, bukan tulang kaki supaya perempuan tidak diinjak-injak lelaki." Pertama, jika perempuan dan laki-laki sama-sama berebut mau menjadi kepala, akhirnya anak-anak menonton terus siapa jadi juara di rumah. Allah menciptakan wanita tidak dari tulang kepala atau tulang kaki, ini merupakan keajaiban penciptaan. Kedua, tulang rusuk adalah tempat jantung dan hati, untuk dicintai oleh suaminya, karena memang dulu engkau di jantung-hatiku. Di tempat yang dekat dengan jantung, dimana suami bisa mencintai dia seperti mencintai jantungnya sendiri. Mencintai dia sebagai mencintai diri sendiri, yang paling dekat dengan hatinya. Bukankah istilah ini berulang kali muncul dalam surat-surat cinta, "jantung-hatiku". Ketiga, tulang rusuk adalah untuk melindungi, membimbing, dan menjaga dia. Salah satu gambaran yang paling indah di dalam dunia ialah ketika seorang pria melindungi dan membimbing seorang wanita. Di dalam dunia ada dua macam lukisan yang sungguh-sungguh menggambarkan keindahan, yaitu: (1) seorang laki-laki yang sungguh-sungguh melindungi keluarga yang dilambangkan dengan dia memberikan lengannya kepada istrinya, dan (2) seorang ibu yang menggendong mata bayinya, dimana mata ibu kontak dengan mata bayi sehingga yang dari atas menyatakan cinta dan yang bawah menyatakan pengharapan yang penuh. Ini lukisan yang terindah yang bisa saya bayangkan di dalam dunia. Sebagaimana bapa mencintai ibu, orang tua mencintai anak, hanya menjadi indah karena gambar bagaimana Kristus mencintai gereja dan Allah mencintai umat manusia. Demikianlah kita melihat rencana Allah supaya kita membentuk keluarga yang indah dan bahagia, yang boleh menjadi cermin di dalam dunia ini bagaimana kuasa dan cinta Allah kepada manusia. Orang itu tidak baik hidup tanpa seorang penolong. Di sini kita melihat wanita diciptakan untuk menolong suaminya, bukan untuk menguasai, mememimpin, dan mempengaruhi secara negatif suaminya, tetapi menjadi penolongnya. Tetapi suami juga harus jelas jalan di dalam kehendak Tuhan, sehingga ia berhak memimpin seluruh keluarga di dalam menjalankan kehendak Tuhan.

Mengapa orang hidup sendiri itu tidak baik?

1.      Manusia diciptakan di dalam sifat relatif.
Manusia harus hidup di dalam satu hubungan antar manusia secara relatif. Tetapi manusia satu-satunya makhluk yang diberi konsep kemutlakan di dalam kerelatifan. Itu sebab manusia betul-betul tidak boleh menjadi Allah. Manusia tidak seharusnya memutlakkan diri. Tetapi manusia yang hidup terus-menerus seorang diri, masuk ke dalam bahaya hidup memutlakkan diri. Itu sebabnya Allah mengatakan tidak baik manusia hidup seorang diri. Jangan pikir dulu bahwa pria tidak baik hidup sendiri karena nanti akan cari pelacur. Itu pikiran tidak beres. Hidup seorang diri tidak baik, karena mungkin membuat orang tersebut memutlakkan diri. Orang makin tua makin kaku, sehingga mengubah orang makin tua makin sulit. Kalau orang tidak mau diubah lagi, berarti ia mulai tua. Kalau tuanya beres bagus, tetapi kalau tidak beres, itu mirip Allah. Kalau orang sudah sedemikian kaku dan ia akan merasa seperti Allah, maka Allah mengatakan hanya ada satu Allah, maka matilah ia. Karena manusia mempunyai kemungkinan bahaya memutlakkan diri, maka Allah mengatakan bahwa tidak baik hidup sendiri.

2.      Manusia diciptakan sebagai bagian dari keseluruhan.
Manusia bukan dicipta sebagai keseluruhan, sehingga tidak ada seseorang yang bisa melakukan segala sesuatu dengan kekuatan sendiri. Dia hanya sebagian dari masyarakat, dia hanya sebagian dari keluarga. Saya termasuk orang mempunyai bakat cukup menyeluruh, dalam hal ini saya tidak berani bangga karena saya takut akan dihakimi dan dihukum lebih banyak daripada orang lain. Orang yang banyak bakatnya, tetap harus ingat bahwa ia hanya sebagian saja. Saya masih memerlukan bagian lain untuk memperlengkapi saya. Di dalam hal ini keseluruhan tidak dapat secara mutlak diwakili oleh bagian. Ketotalan tidak bisa diambil alih oleh sebagian. Itu sebab pada saat orang menganggap ia bisa semua dan tidak membutuhkan orang lain, orang itu mulai mengalami suatu bahaya. Tuhan kadang-kadang memberikan talenta yang sedemikian limpah kepada satu orang, tetapi tetap ia membutuhkan orang lain. Pada jaman High-Renaissance, kita melihat Leonardo DaVinci, Michaelangelo, Bonoargi, Raphaello, mereka semua adalah arsitek, pelukis, ahli ilmiah, pemahat, dan mempunyai banyak aspek yang lain-lain. Terkadang Tuhan menciptakan orang yang mempunyai begitu banyak talenta, tetapi jangan lupa, Tuhan tetap mengatakan kalimat ini: "Hidup tersendiri itu tidak baik", supaya tidak mengganggu keseluruhan dan supaya menghargai yang lain.

3.      Manusia diciptakan untuk menolong dan ditolong.
Ini adalah dalam arti relativitas sifat ko-operasi. Sifat ko-operasi merupakan sifat yang begitu penting di dalam hidup masyarakat manusia. Itu sebab manusia sangat perlu saling membantu. Kalau tangan kanan bisa menolong mencuci semua bagian, termasuk tangan yang satunya, ia sendiri tidak bisa mencuci dirinya sendiri. Bagaimana hebat "tangan menolong yang lain, ia tidak bisa menolong diri sendiri." Singgungan yang terbesar bagi mata ialah ia bisa melihat segala sesuatu tetapi tidak bisa melihat sendiri. Ini kalimat dari Ralph Emerson, seorang pujangga besar dari Amerika. Mata harus disinggung karena mata melihat segala sesuatu, tetapi tidak bisa melihat sendiri. Bukan saja mata tidak bisa melihat sendiri, mata kanan juga tidak bisa melihat mata kiri dan sebaliknya, karena terhalang oleh hidung. Itu sebab saya perlu memberitahu kepada istri saya, dan istri saya memberitahu kepada saya. Kita memerlukan saling memberitahu. Kata "saling" tidak dimengerti oleh orang yang memutlakkan diri. Kita kadang-kadang bisa berselisih pendapat, dan itu merupakan bahagia dari Tuhan. Perhatikan kata ini: cekcok kecil bahagia, cekcok besar bahaya. Orang itu hidup seorang diri tidak baik, maka perlu seseorang untuk menolong dia.

ALASAN PERNIKAHAN SECARA NEGATIF
Mengapa kita menikah? Untuk ini kita akan melihat dari dua aspek, yaitu secara negatif, dan secara positif. Dari aspek negatif, kita akan menolak beberapa sebab, antara lain:
a.       Menikah bukan karena usianya sudah sampai/ tekanan sosial.
Berapa banyak orang tua berkata: "Kamu sudah umur 30 masih makan nasi di sini, apa tidak malu? Cepatlah " menikah." Ini membuat orang sulit makan nasi. Tidak! Kita menikah bukan karena umurnya sudah sampai. Kapan usia itu sampai? Ini sangat relatif. Orang Mongolia pada usia 15 tahun bisa sudah menjadi nenek, ada yang umur 8 tahun sudah matang, dan bisa melahirkan anak. Itu di Mongolia. Jika kita menikah hanya karena usia sudah sampai, itu berarti melayani sejarah dan tidak mungkin mengubah sejarah. Manusia tidak seharusnya melayani sejarah. "Waktu mendesak saya untuk menikah, lalu saya cepat-cepat menikah", itu sifat binatang bukan manusia.
b.      Menikah bukan karena papa dan mama perlu cucu.
"Cepatlah menikah, saya sudah tidak tahan ingin gendong cucu." Baru berapa hari yang lalu seorang berkata kepada saya, bahwa ia ingin sekali anak-anaknya cepat menikah tetapi belum ada yang nikah, ia ingin sekali. Ia merasa tidak enak lihat anak orang lain sudah menikah dan anak sendiri belum menikah. Sabar! Daripada salah nikah, lebih baik menunda nikah. Bukan demi untuk melayani orang tua yang sedemikian ingin menggendong cucu, maka cepat-cepat menikah. Setiap orang yang mau menikah harus mempunyai pengertian makna nikah yang dikaitkan dengan rencana Allah, sehingga dapat menguasai emosi dan nafsunya sendiri, kalau tidak Saudara tidak berhak menikah.
c.       Menikah bukan karena sudah terlanjur.
Menikah bukan karena sudah terlanjur, sehingga diperintah oleh bayi di perut. Orang Tionghoa kalau menikah selalu menulis di dalam iklan atau pengumuman di surat kabar: "Demi perintah orang tua, kami akan menikah pada tanggal ... Tetapi itu zaman dulu. Dulu orang menikah atas perintah orang tua, tetapi orang zaman sekarang menikah atas perintah anak-anak kecil. Sudah terlanjur, akhirnya hamil. Maka sekarang anak bayi itu memerintah untuk cepat-cepat menikah, supaya tidak malu. Sudah hamil baru menikah, itu berarti demi anakku yang di perut. Berapa banyak orang yang menikah karena sudah terlanjur. Pernikahan tidak seharusnya didasarkan pada keadaan seperti itu.
d.      Menikah bukan karena memerlukan seks.
Karena saya sudah matang, bukan sekedar umur, tetapi seks memaksa saya untuk menikah. Tidak. Itu merupakan pernikahan yang rendah, yang tidak bertanggung jawab, dan yang bahaya sekali. Orang Yunani mengatakan: "Mengapa otak di atas hati, dan hati di atas pinggang?" Bagi Plato, otak, hati, dan pinggang, merupakan tiga tempat yang urutannya mempunyai arti yang sangat besar sekali. Pinggang adalah tempat seks, hati adalah tempat emosi, dan otak adalah tempat rasio. Allah sudah mengatur sedemikian rupa biar pinggang dikuasai oleh hati, dan hati dikuasai otak. Maksudnya, orang yang paling rendah adalah orang yang pinggangnya mengatur hidupnya, orang yang paling rendah, paling hina dan tidak mengerti tentang keluarga. Kelompok kedua yang lebih tinggi ialah apabila cinta menguasai seks. Karena ia mempunyai cinta yang sejati baru ia mengendalikan akan nafsunya. Orang yang sedemikian adalah orang yang lebih berbahagia. Tetapi Plato berkata bahwa itu masih kurang. Orang yang lebih berbahagia lagi adalah orang yang otaknya menguasai hati, baru otak dan hati menguasai pinggang. Berarti dengan rasio kita mengerti kebenaran, lalu kebenaran itu menguasai emosi, sehingga emosi itu tidak meluap, baru emosi itu menguasai seks. Seks dikuasai oleh cinta, dan cinta itu dikuasai oleh kebenaran. Bukankah ini merupakan suatu kebahagiaan? Tetapi saya berkata kepada Saudara, bahwa ini masih merupakan pikiran dunia, tetapi pikiran Kristen lebih tinggi lagi. Kalau kita tanya Plato, pinggang dikuasai oleh hati dan hati dikuasai oleh otak, maka otak, dikuasai siapa? Mereka berhenti dan tidak ada jawaban. Tetapi bagi orang Kristen, otak dikuasai oleh Firman. Firman, Rasio, Emosi, dan Hidup Seks. Di sinilah letak dasar mendirikan dan membentuk keluarga yang sukses.
e.       Menikah hanya karena harta
Di awal pernikahan, mungkin Anda begitu menikmati kehidupan rumah tangga. Namun, kehidupan rumah tangga tanpa landasan cinta kuat tentu jauh dari harmonis dan langgeng. Apalagi jika di tengah perjalanan rumah tangga, pasangan kehilangan harta. Atau, Anda bertemu dengan pria yang jauh lebih kaya dan memikat.
f.        Ingin meninggalkan rumah orangtua
Ini biasanya menimpa mereka yang hidup di tengah keluarga penuh konflik. Menikah seringkali menjadi jalan pintas agar bisa keluar dari suasana rumah yang mungkin seperti 'neraka'. Namun, meninggalkan rumah bersama suami bukan jawaban mutlak. Pernikahan yang prematur justru bisa membuat Anda terjebak dalam konflik baru yang lebih rumit.
g.       Karena orangtua menyukainya
Ini bukan alasan tepat bagi Anda dan pasangan segera melangsungkan pernikahan. Ingat, yang akan hidup dengannya adalah Anda sendiri, bukan orangtua Anda. Jangan biarkan Anda terjebak dengan sosok yang sebenarnya belum Anda yakini terbaik sebagai pasangan hidup.
h.       Ingin merasakan hubungan lebih intim
Ketika kekuatan agar bisa berhubungan lebih intim menjadi alasan kuat menikah, ini berbahaya. Tujuan utama pernikahan bukan lagi membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis dan langgeng, tapi hanya 'malam pertama'. Saat penasaran itu terjawab, bukan tak mungkin bosan melanda, rasa sayang menguap, dan ujung dari ini semua adalah kehancuran rumah tangga.
i.         Ingin punya anak
Ingin punya anak memang menjadi pendorong kuat bagi banyak orang untuk menikah. Namun, apakah Anda ingin membawa anak dalam kondisi yang tidak ideal? Landasan cinta adalah harga mati. Jangan sampai anak Anda kelak menjadi korban ketidakharmonisan rumah tangga. Atau, malah Anda bisa menjadi orang tua tunggal kelak.
j.        Menikah dengan peselingkuh
Ada beberapa kasus orang menikah secara diam-diam dengan selingkuhannya. Awalnya, mungkin akan berjalan dengan baik. Namun, untuk jangka panjang, pernikahan ini bisa menjadi malapetaka.
Ingat, pernikahan ini terjadi di atas penderitaan orang lain. Ini artinya masing-masing berani mengambil risiko mencari kebahagiaan tanpa peduli nasib pasangan utama masing-masing. Bukan tak mungkin pasangan kembali selingkuh, dan Anda menjadi korban berikutnya.
k.      Membuktikan bukan homoseksual
Itu bukan ide yang baik. Jangan menjadikan pernikahan sebagai tameng bagi Anda untuk membuktikan sesuatu kepada dunia. Jika memang Anda seorang homoseksual, menikah tidak akan mengubahnya. Selain membuat pasangan menderita, rumah tangga juga tidak akan bahagia


ALASAN PERNIKAHAN SECARA POSITIF
Dalam rencana-Nya yang kekal, Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, menurut peta dan teladan Allah sendiri. Inilah dasar dari kesamaan status dari laki-laki dan perempuan. Maka kita melihat bahwa alasan pernikahan secara positif:

Merupakan rencana dari penciptaan Allah.
Dari keindahan struktur masyarakat Tuhan telah menciptakan manusia dengan sifat mutual yang ada pada setiap pribadi. Sifat mutual berarti potensi manusia untuk mengasihi dan dikasihi. Mutual ini bila mencapai suatu keseimbangan, mencapai kesempurnaan hidup manusia. Manusia bisa mencintai dan bisa dicintai. Manusia butuh penyaluran cinta dari dirinya, sebagai inisiator emosi. Tetapi manusia juga memerlukan suatu penerimaan cinta untuk dirinya, sebagai receiver (= penerima). Ia menerima kedua hal ini. Keseimbangannya membentuk gejala jiwa yang normal. Salah satu kendala yang merusak kenormalan psikologi yaitu ketidak seimbangan antara kasih yang diterima dan diberikan. Jikalau kita menerima cinta kasih yang banyak tetapi tidak dapat menyalurkan cinta dengan inisiatif sendiri, tidak mungkin jiwa kita menjadi normal. Sebaliknya jika kita terus memberikan cinta kasih kepada orang lain tetapi belum pernah kita dicintai, itu juga mengakibatkan ketidaknormalan bagi kita. Akibatnya sangat buruk, bukan saja merusak diri tetapi juga menghambat keharmonisan dari keseluruhan masyarakat. Karena Allah adalah kasih adanya, maka manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah juga diberikan suatu potensi seperti diri Allah, yang adalah Sumber Kasih dan sekaligus Ia mau manusia memberikan cinta kasih berdasarkan kasih yang diberikan-Nya. Ia adalah Inisiator yang mutlak. Dan manusia yang mempunyai sifat mutual ini, perlu baik-baik mengerti kasih dan kebenaran.

BAGI YANG TIDAK MENIKAH
Bagaimana dengan mereka yang tidak menikah atau tidak mempunyai kesempatan tidak menikah, bagaimana mungkin mencapai hidup sempurna? Saudara yang tidak menikah karena pilihan sendiri ataupun karena pengaturan Tuhan atau belum ada kesempatan untuk menikah karena waktu Tuhan belum sampai, jangan sekali-kali kau menjadi minder, karena kasih bisa disalurkan dengan lebih agung tanpa melalui pernikahan. Karena kasih bisa disalurkan kepada bidang-bidang lain yang lebih luas. Sekali lagi saya menegaskan jangan kita menganggap yang tidak menikah ketinggalan dan sebagainya. Banyak dari orang yang tidak menikah telah memberikan sumbangsih besar dalam sejarah umat manusia dan bisa mencapai kesempurnaan hidup dengan keseimbangan hidup yang dijalan melalui pengertian kasih yang dibagikan lebih luas kepada orang lain di luar pernikahan. Tetapi ini harus dibatasi, jangan mencampur adukkan kasih dan seks menjadi satu. Karena Allah menciptakan manusia dengan sifat mutual, mengasihi dan dikasihi. Keseimbangannya menjadikan manusia mencapai satu kepuasan, kesempurnaan dari oknum yang bersifat kasih.

PENTINGNYA RELASI KASIH
Dalam berbagai relasi tidak ada yang lebih erat dan riskan kecuali hubungan yang mengakibatkan kelahiran atau menghasilkan hidup yang baru melalui pernikahan. Ini merupakan satu persatuan yang paling intim dan paling riskan, dan menuntut tanggung jawab paling berat sepanjang sejarah hidup manusia. Itu sebabnya Alkitab berkata dengan jelas bahwa setiap orang harus menghormati pernikahan. Berarti pernikahan tidak boleh dijadikan permainan. Pernikahan bukan pemenuhan kebutuhan seks, dimana kita bisa memuaskan nafsu lalu selesai. Pernikahan harus dimengerti melalui kesadaran sesungguhnya terhadap kebenaran yang terkandung dalam pernikahan. Persatuan melalui pernikahan menurut Alkitab melambangkan persatuan antara gereja dengan Yesus Kristus. Adam ditidurkan oleh Allah sampai nyenyak lalu ia dioperasi sehingga rusuknya dikeluarkan satu dan berdarah. Melalui keadaan rela berkorban baru ada yang dicintai menikmati cinta sesungguhnya. Demikian Kristus mati dan bangkit bagi gereja. Gereja menjadi mempelai perempuan dari Yesus Kristus. Persatuan ini menjadi mungkin dan cinta mencapai makna yang penuh karena Inisiator Kristus menjadi contoh bagaimana mengorbankan diri demi menyatakan kasih kepada gereja. Karena Kristus mengasihi gereja maka pengorbanan diri menyatakan diri boleh menjadi sasaran kasih. Maka persatuan melalui pernikahan merupakan suatu kewajiban yang berat, persatuan yang bermakna begitu dalam. Sehingga relasi yang paling, yaitu hubungan antara Kristus dengan tebusan-Nya, dilambangkan dengan pernikahan.

Sumber
Judul Buku       : Keluarga Bahagia
Judul Artikel     : Alasan Pernikahan Kristen
Pengarang        : Stephen Tong
Penerbit            : Lembaga Reformed Injili Indonesia, Jakarta, 1995
Halaman           : 25 – 36
Edited by: Ev. Rinto Francius Sirait, S.Pd.