Selasa, 24 Mei 2011

PENGHAKIMAN

Sekalipun kedua peristiwa kebangkitan sebenarnya sudah menunjukkan keadaan manusia di kemudian hari, hal itu tidak akan meniadakan penghakiman. Seluruh filsafat penghakiman yang akan datang itu bertumpu pada hak Allah yang berdaulat untuk menghukum semua ketidaktaatan serta hak pribadi seseorang untuk membela diri ketika disidangkan. Sekalipun Allah itu berdaulat, sebagai Hakim seluruh bumi, Ia akan bertindak dengan adil (Kejadian 18:25). Ia akan melakukan keadilan bukan karena harus tunduk kepada suatu hukum yang ada di luar diri-Nya, melainkan sebagai ungkapan watak-Nya sendiri. Masing-masing orang akan mendapat kesempatan untuk menerangkan mengapa ia bertindak sebagaimana yang telah dilakukannya dan untuk mengetahui alasan-alasan hukuman yang dijatuhkan padanya. Semua ini merupakan faktor-faktor mendasar dari setiap pemerintahan yang benar. Sepanjang pemerintahan manusia mengatur negara sesuai dengan tatanan semacam itu, pemerintahan tersebut meniru metode pemerintahan Allah. Kini kita perlu bertanya: apakah yang diajarkan Alkitab tentang penghakiman- penghakiman yang akan datang?

KEPASTIAN PENGHAKIMAN
Adanya penghakiman baik bagi orang yang benar maupun bagi orang yang tidak benar telah diberi tahu oleh hati nurani manusia. Penulis kitab Pengkhotbah, yang berbicara dari segi pandangan manusia duniawi, mendorong setiap pemuda untuk hidup menuruti keinginan hatinya, namun menambahkan sebagai peringatan, bahwa untuk semuanya itu Allah akan menghakimi mereka (11:9). Dalam pasal yang berikutnya ia menulis, "Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat" (12:14). Paulus berbicara tentang hati nurani manusia sebagai sedang menuduh atau membela manusia, mengingat, "hari, bilamana Allah, sesuai dengan Injil yang kuberitakan, akan menghakimi segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia, oleh Kristus Yesus" (Roma 2:16). Sedangkan Ibrani 10:27 menyatakan bahwa orang yang berbuat dosa dengan sengaja dapat menantikan "kematian yang mengerikan akan penghakiman." Mustahil untuk memikirkan betapa dalamnya kebejatan moral manusia apabila ia tidak perlu takut akan penghakiman yang kelak terjadi. Dengan kata lain, hati nurani nampaknya mengatakan bahwa seandainya tidak akan ada penghakiman, maka penghakiman harus diadakan.
Perasaan spontan dari hati manusia ini didukung oleh Alkitab. Dalam kitab Kejadian, Abraham mengakui Allah sebagai hakim segenap bumi (18:25), dan Hana mengatakan bahwa "Tuhan mengadili bumi sampai ke ujung-ujungnya" (1Samuel 2:10). Daud mengatakan bahwa Tuhan "datang untuk menghakimi bumi" (1Tawarikh 16:33; band. Mazmur 96:13; 98:9), dan mengatakan bahwa "takhta-Nya didirikan-Nya untuk menjalankan penghakiman" (Mazmur 9:8). Dalam Yoel, Allah berfirman, "Baiklah bangsa-bangsa bergerak dan maju ke lembah Yosafat, sebab di sana Aku akan duduk untuk menghakimi segala bangsa dari segenap penjuru (3:12; band. Yesaya 2:4). Kenyataan ini lebih sering ditegaskan dalam Perjanjian Baru. Yesus bersabda, "Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya" (Matius 16:27). Ketika berada di Atena, Paulus mengatakan bahwa Allah telah "menetapkan suatu hari, pada waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia oleh seorang yang telah ditentukan-Nya" (Kisah 17:31; band. Roma 2:16; 2Tesalonika 1:7-9). Paulus selanjutnya menyatakan bahwa "kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat (2Korintus 5: 10; band. Roma 14:10). Penulis surat Ibrani mengatakan bahwa setelah kematian datanglah penghakiman (9:27). Rasul Yohaneslah yang "melihat orang- orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu" untuk dihakimi (Wahyu 20:12). Allah telah memberikan kepastian tentang adanya penghakiman dengan membangkitkan Kristus, Sang Hakim, dari antara orang mati (Kisah 17:31).

TUJUAN PENGHAKIMAN
Mengapa perlu bagi Allah untuk melaksanakan penghakiman? Strong mengatakan, "Tujuan penghakiman akhir bukanlah untuk memastikan, melainkan untuk menyatakan watak serta penetapan berbagai keadaan lahiriah yang sesuai dengan watak tersebut." Allah sudah mengetahui keadaan semua makhluk moral, sehingga akhir zaman hanya akan menyatakan betapa adilnya penghakiman yang dilaksanakan oleh Allah. Ingatan, hati nurani, dan watak kita merupakan persiapan dan bukti untuk penyingkapan yang terakhir itu (Lukas 16:25; Roma 2:15, 16; Efesus 4:19; Ibrani 3:8; 10:27). Peristiwa-peristiwa penghakiman ini akan terjadi untuk menunjukkan keadilan Allah dalam berurusan dengan manusia. Di hadapan pengadilan Allah semua mulut akan tertutup (band. Roma 3:19). Tidak perlu beranggapan bahwa setiap orang akan mengakui bahwa ia menerima imbalan yang sesuai dengan perbuatannya, namun tersirat bahwa tidak ada orang yang akan mempunyai alasan yang tepat untuk mengeluh, dan karena itu tidak ada yang mengeluh.

SANG HAKIM
Allah yang menghakimi semua orang (Ibrani 12:23), namun Ia akan melaksanakan pekerjaan ini melalui Yesus Kristus. "Bapa ... telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak" (Yohanes 5:22) dan telah melakukan hal itu karena "Ia adalah Anak Manusia" (Yohanes 5:27). "Allah telah ... memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati" (Kisah 17:31). Kristus akan menghakimi "orang-orang hidup dan orang- orang mati" (Kisah 10:42; 2Timotius 4:1). Ia akan menghakimi orang- orang percaya berdasarkan perbuatan mereka (2Korintus 5:10; band. Roma 14:10); binatang, nabi palsu, dengan tentara-tentara mereka (Wahyu 19:19-21); bangsa-bangsa yang berkumpul di hadapan-Nya (Matius 25:31, 32); Iblis (Wahyu 20:1-3, 10; band. Kejadian 3:15; Ibrani 2:14); bangsa-bangsa yang hidup pada masa kerajaan seribu tahun (Yesaya 2:4; Yehezkiel 37:24, 25; Daniel 7:13, 14; Wahyu 11:15); orang-orang mati yang tidak mau bertobat (Wahyu 20:11-15). Fungsi ini telah ditugaskan kepada-Nya sebagai imbalan karena Ia telah merendahkan diri-Nya (Filipi 2:9-11), dan karena Dia sendirilah yang memenuhi syarat untuk melakukan tugas tersebut. Sebagai Allah, Ia memiliki pengertian yang dalam untuk menghakimi (Yesaya 11:3) dan wewenang untuk menghakimi manusia; sebagai manusia, Ia mengerti dan ikut merasa bersama dengan manusia. Di dalam diri-Nya keadilan dan kemurahan berbaur menjadi satu sehingga sebagai hakim seluruh bumi Ia akan mengambil tindakan yang adil dan benar (Kejadian 18:25).

BERBAGAI PENGHAKIMAN
Dalam suatu survei yang lengkap tentang pokok ini kita harus mulai dengan apa yang telah terjadi di masa silam. Di dalam Kristus dosa- dosa kita telah dihakimi sekali untuk selamanya (Yesaya 53:4-6; Yohanes 1:29; 2Korintus 5:21; Galatia 3:13; Ibrani 10:10-14; 1Petrus 2:24; 1Yohanes 2:2). Dengan demikian orang percaya di dalam Kristus telah dibebaskan dari kesalahan serta hukuman dosa, karena Kristus telah mengambil alih kesalahan tersebut dan telah menjalani hukuman atas dosa itu baginya. Tidak ada orang percaya yang akan dihakimi untuk dosa-dosanya, karena ia telah dihakimi untuknya di dalam Kristus (Yohanes 5:24). Sekalipun demikian, ada penghakiman untuk orang-orang percaya saat ini, yaitu penghakiman atas dosa mereka pribadi. Paulus menasihatkan orang-orang percaya untuk menghakimi diri mcreka baik dalam kehidupan mereka sendiri (1Korintus 11:31, 32) maupun dalam kehidupan jemaat (1Korintus 5:5; 1Timotius 1:20; 5:19, 20). Allah mendisiplinkan anak-anak-Nya yang tidak taat agar mendorong mereka untuk menghakimi diri sendiri serta membuang dosa dari kehidupan mereka (2Samuel 7:14, 15; 12:13, 14; Ibrani 12:5-13). Namun dalam kesempatan ini kita akan lebih memerhatikan berbagai penghakiman yang akan datang. Kami menyebutkan berbagai penghakiman karena tidak ada penghakiman umum sebagaimana tidak ada kebangkitan umum. Unsur-unsur waktu, mereka yang dihakimi, dan masalah-masalah yang dihakimi, menunjukkan adanya paling sedikit tujuh peristiwa penghakiman yang akan datang.

a.       Penghakiman Orang-Orang Percaya
Sebagaimana sudah kita lihat, ketika Tuhan kembali, Ia akan menghakimi orang-orang percaya berdasarkan perbuatan mereka (Roma 14:10; 1Korintus 3:11-15; 4:5; 2Korintus 5:10). Setiap orang akan diminta untuk memertanggungjawabkan pemakaian talentanya (Matius 25:14-30), uang mina (Lukas 19:11-27), serta kesempatan yang telah diberikan kepadanya (Matius 20:1-16). Hari itu akan menyatakan apakah seseorang telah membangun dengan memakai kayu, jerami, tumput kering, ataukah emas, perak, dan batu permata (1Korintus 3:12). Bila pekerjaannya dibangun dengan kayu dan sebagainya itu, maka pekerjaannya itu akan habis terbakar, tetapi ia sendiri akan diselamatkan namun seperti dari dalam api (ayat 15); bila pekerjaannya dibangun dengan memakai emas dan sebagainya itu, maka ia akan menerima upah (ayat 14). Alkitab menyebut berbagai jenis mahkota atau trofi: mahkota yang abadi (1Korintus 9:25), mahkota kebenaran (2Timotius 4:8), mahkota kehidupan (Yakobus 1:12; Wahyu 2:10), mahkota kemuliaan (1Petrus 5:4), dan mahkota sukacita atau kemegahan (1Tesalonika 2:19; band. Filipi 4:1).
b.      Penghakiman Israel
Dalam arti yang unik, masa kesengsaraan itu akan merupakan masa kesusahan bagi Yakub, namun kita diberi tahu bahwa "ia akan diselamatkan daripadanya" (Yeremia 30:7). Kita melihat penganiayaan orang Israel sepanjang masa itu dalam kitab Wahyu (12:6, 13-17); hanya mereka yang tergolong sisa bangsa Israel yang dahinya termeterai akan bebas dari pengalaman ini (Wahyu 7:1-8). Namun, nampaknya akan ada penghakiman yang lebih lanjut lagi yang berasal dari Allah sendiri dalam kaitan dengan pengumpulan kembali orang-orang Israel yang berserakan di mana-mana. Yehezkiel, ketika membicarakan penghakiman ini, menggambarkannya sebagai proses penyingkiran pemberontak- pemberontak di antara Israel ketika sedang menuju ke tanah suci. Mereka akan dibawa keluar dari tempat pengembaraan mereka, namun mereka akan mati di padang gurun dan tidak akan masuk ke tanah Israel (Yehezkiel 20:33-38). Rupanya Maleakhi juga membicarakan penghakiman yang sama ini ketika menggambarkan Tuhan sedang duduk sebagai tukang pemurni logam, sambil mentahirkan orang-orang Lewi (3:2-5). Penghakiman-penghakiman ini terjadi di atas bumi dan berkaitan dengan kedatangan Tuhan kembali ke bumi. Penghakiman inilah yang menentukan siapa dari orang Israel yang akan kembali ke tanah suci serta menjadi anggota Israel pada masa yang akan datang.
c.       Penghakiman Babilonia
Dengan memakai gambaran seorang wanita, kitab Wahyu menggambarkan suatu sistem federasi agama (17:1-19:4). Pada mulanya wanita ini mengendarai seekor binatang yang penuh tertulis dengan nama-nama hujat. Ini menunjukkan bahwa sistem kepemimpinan gereja untuk sementara waktu akan menguasai sistem kepemimpinan politik. Namun kesepuluh tanduk (raja) akan berbalik dan membenci wanita itu, bahkan merampas segala miliknya, dan menghancurkannya. Kemudian binatang itu akan memajukan dirinya untuk mengambil alih pimpinan keagamaan tertinggi. Nampaknya akan ada koalisi yang kuat di antara perserikatan-perserikatan keagamaan dan perdagangan. Ketika Babilonia sebagai suatu sistem keagamaan dihancurkan, ia akan bangkit kembali sebagai suatu organisasi perdagangan dunia. Namun kemakmurannya tak lama bertahan. Pada suatu hari Tuhan Allah akan menghakimi dan membinasakannya sama sekali. Para pedagang dunia akan meratapi kehancurannya, tetapi para penghuni sorga akan bersorak serta menyanyi "Haleluya!" ketika hal itu terjadi. Penghakimannya akan terjadi sebelum kedatangan Tuhan kembali ke bumi (Wahyu 19:1-4, 11-21), dan ia akan dijatuhi hukuman kekal (Wahyu 19:19-21).
d.      Penghakiman Binatang, Nabi Palsu, Dan Pasukan Mereka
Roh-roh jahat yang keluar dari mulut naga, binatang, dan nabi palsu menjelang berakhirnya masa kesengsaraan akan pergi ke seluruh dunia untuk mengumpulkan bangsa-bangsa guna berperang pada hari Tuhan (Wahyu 16:12-16). Nampaknya, mereka berkumpul untuk merebut Yerusalem dan menangkap orang-orang Yahudi yang ada di Palestina (Zakharia 12:1-9; 13:8-14:2); tetapi justru pada saat kemenangan mereka sudah pasti, Kristus akan turun dari sorga dengan semua pasukan-Nya (Wahyu 19:11- 16) serta turun tangan membela Israel. Maka bala tentara yang tadinya menyerang Yerusalem akan berbalik menyerang Anak Allah, namun pertempuran itu akan sangat singkat dan menentukan. Binatang dan nabi palsu akan ditangkap dan dicampakkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala (Wahyu 19:19,20), dan bala tentara mereka akan dibunuh dengan pedang yang keluar dari mulut Kristus (2Tesalonika 1:7- 10; 2:8; Wahyu 19:21). Jadi, perlawanan politik akan dipatahkan dan terbukalah jalan bagi Kristus untuk memulai pemerintahan-Nya. Patut dicamkan bahwa penghakiman ini akan terjadi ketika Kristus kembali ke bumi. Peristiwa itu akan melibatkan pasukan-pasukan dengan pemimpin- pemimpin mereka yang telah maju untuk memerangi Kristus. Hasilnya ialah bahwa mereka yang melawan Kristus akan dicampakkan ke dalam lautan api dan hukuman kekal.
e.       Penghakiman Bangsa-Bangsa
Perikop-perikop seperti Yoel 3:11-17; Matius 25:31-46; dan 2Tesalonika 1:7-10 nampaknya berbicara mengenai penghakiman atas bangsa-bangsa. Penghakiman bangsa-bangsa harus dibedakan dengan penghakiman di hadapan takhta putih, karena penghakiman bangsa-bangsa mendahului kerajaan seribu tahun. Penghakiman bangsa-bangsa juga harus dibedakan dengan penghakiman binatang, nabi palsu, beserta bala tentara mereka. Bangsa-bangsa itulah yang mengirim bala tentara itu, namun bangsa-bangsa itu berbeda daripada pasukan-pasukan tersebut. Setelah Kristus selesai menangani pasukan-pasukan itu, Ia akan mengumpulkan bangsa-bangsa untuk dihakimi pula. Patut diperhatikan bahwa domba akan masuk ke dalam kerajaan Allah, sedangkan kambing akan masuk hukuman kekal. Namun perlu juga diperhatikan bahwa sekalipun perlakuan terhadap saudara-saudara Tuhan kita, mungkin Israel, disebut dalam hubungan dengan penghakiman ini, alasan-alasan yang lebih dalam bagi penghakiman ini terdapat dalam kenyataan bahwa golongan domba itu memiliki hidup kekal sedangkan golongan kambing tidak memilikinya.
f.        Penghakiman Iblis Dan Malaikat-Malaikatnya
Ketika sedang terjadi masa kesengsaraan, Iblis akan dilempar ke bumi (Wahyu 12:7-9, 12). Ketika Kristus tiba di bumi, Iblis akan diikat dan dimasukkan ke dalam jurang maut selama seribu tahun (Wahyu 20:1-3). Setelah seribu tahun, ia akan dilepaskan untuk sementara waktu. Selama waktu itu, ia akan menipu bangsa-bangsa di bumi sekali lagi dan ia akan berhasil mengumpulkan bala tentara yang sangat besar untuk berperang melawan orang-orang saleh dan kota yang dikasihi, Yerusalem (Wahyu 20:7-9; band. Yehezkiel 38, 39). Akan tetapi, api akan turun dari langit dan menghanguskan mereka semua. Tidak perlu diragukan lagi bahwa tidak lama kemudian mereka akan berdiri di hadapan takhta putih besar dan dilemparkan ke dalam lautan api bersama-sama dengan orang- orang lain yang tidak diselamatkan. Setelah itu, Iblis sendiri akan dihakimi dan dicampakkan ke dalam lautan api untuk selama-lamanya (Wahyu 20:9, 10). Nampaknya, pada saat itu para malaikat yang ikut memberontak bersama-sama dengan Iblis juga akan dihakimi (2Petrus 2:4, Yudas 6). Kita diberi tahu bahwa api yang kekal itu telah dipersiapkan bagi "Iblis dan malaikat-malaikatnya" (Matius 25:41), dan mungkin inilah saatnya mereka akan menerima hukuman mereka (band. Matius 8:29; Lukas 8:31).
g.       Penghakiman Orang Fasik Yang Mati
Penghakiman ini akan terjadi setelah kerajaan seribu tahun (Wahyu 20:11-15; 21:8). Pada akhir kerajaan seribu tahun akan terjadi kebangkitan yang kedua (Wahyu 20:5); berkat dinyatakan ke atas mereka yang ikut serta dalam kebangkitan pertama, tetapi tidak atas mereka yang baru bangkit pada kebangkitan yang kedua. Secara tidak langsung dikatakan bahwa nasib mereka tidak menyenangkan.
Mereka adalah orang-orang yang tidak diselamatkan dari seluruh sejarah umat manusia. Mereka bangkit dan menghadap takhta putih yang besar. Rombongan ini akan meliputi yang kaya dan yang miskin, orang merdeka dan budak, raja dan rakyatnya, orang terpelajar dan yang tidak terpelajar, majikan dan karyawan; semua mereka akan berdiri sebagai terdakwa yang bersalah di hadapan Sang Hakim.
a)      Dasar penghakiman ini. Dua hal dapat dikatakan tentang dasar penghakiman ini. (1) Orang-orang ini akan dihakimi "berdasarkan apa yang ada tertulis dalam kitab-kitab itu" (Wahyu 20:12). Jelaslah, dalam kitab-kitab tercatat nama semua orang yang tidak percaya. Akan tetapi, di samping kitab-kitab itu, terdapat juga "kitab yang lain, yaitu kitab kehidupan" (Wahyu 20:12). Inilah kitab anugerah ilahi di mana tercatat nama orang-orang yang adalah ahli waris anugerah (Lukas 10:20; Wahyu 3:5; 13:8; 17:8; 20:12, 15; 21:27). Selanjutnya, (2) orang-orang ini akan dihakimi menurut perbuatan mereka. "Penghakiman akan berlangsung berdasarkan bukti yang diberikan dari catatan perbuatan dan dari kitab kehidupan." Orang percaya akan diberi pahala sesuai dengan perbuatannya, tetapi orang yang tidak percaya akan dihakimi sesuai dengan perbuatannya (band. Roma 2:5-11). Ketidaktahuan akan kehendak Tuhan tidak akan meloloskan siapa pun, tetapi akan memperbaiki hukuman (Lukas 12:47, 48).
b)      Lamanya hukuman. Semua yang namanya tidak tercatat dalam kitab kehidupan akan dicampakkan ke dalam lautan api (Wahyu 20:15). Lautan api ini disebutkan sebagai kematian yang kedua (Wahyu 21:8). Kenyataan ini mengakibatkan timbulnya pertanyaan, apakah hukuman yang akan datang itu bersifat kekal? Memang demikian, berdasarkan pernyataan Firman Allah yang jelas dan dahsyat. Di antara orang kaya dan Lazarus terdapat jurang yang lebar, sehingga tidak mungkin orang pergi dari tempat yang satu ke tempat yang lain (Lukas 16:26). "Ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam" di Gehenna (Markus 9:48). Nampaknya kata-kata ini dikutip dari Yesaya 66:24, dan dalam ayat itu tersirat bahwa senantiasa akan ada makanan untuk ulat-ulat bangkai tersebut dan sesuatu untuk dibakar oleh api. Asap api yang menyiksa para pemuja binatang itu akan mengepul "selama-lamanya" (Wahyu 14:11). Pastilah, mereka tidak dikhususkan dari antara orang-orang fasik di dunia untuk menerima hukuman yang lebih berat daripada orang-orang lain yang sama fasiknya. Agaknya, binatang dan nabi palsu itu masih hidup setelah dihukum seribu tahun di dalam lautan api (Wahyu 19:20; 20:10). Semua orang fasik dicampakkan ke dalam lautan api yang sama (Wahyu 20:12-15; 21:8). Alangkah baiknya bagi Yudas sekiranya ia tidak dilahirkan (Matius 26:24). Hal ini tak dapat dikatakan tentang seseorang yang telah bertahun-tahun dan bahkan beribu-ribu tahun mengalami siksaan pada akhirnya akan dikembalikan kepada hidup yang berbahagia.
Bagaimana pun juga, mungkin yang paling penting ialah arti dari kata Yunani aion dan aionios. Istilah yang pertama muncul 120 kali dalam Perjanjian Baru dan diterjemahkan sebagai "zaman" (2Korintus 4:4), "dunia" (1Korintus 1:20), "tidak akan ... untuk selama-lamanya" (Yohanes 4:14), dan "selama-lamanya" (Yohanes 6:51). Jika diberi kata depan eis maka kata tersebut senantiasa berarti jangka waktu yang tak berkesudahan. Kata sifat aionios terdapat sekitar 70 kali dalam Perjanjian Baru. Kata ini dipakai untuk menunjuk kepada Allah (Roma 16:26), Kristus (2Timotius 1:9), Roh Kudus (Ibrani 9:14), berkat- berkat bagi orang-orang yang percaya (2Tesalonika 2:16; Ibrani 9:12), hukuman orang fasik (2Tesalonika 1:9), dan seterusnya. Kadang-kadang kata ini terdapat dua kali dalam satu frase "tetap untuk seterusnya dan selamanya" (Ibrani 1:8). Perhatikan juga rujukan-rujukan macam lain ini: Mazmur 52:7; Matius 12:31, 32; Markus 3:29; Ibrani 6:4-6; 10:26-29; 2Petrus 2:17: Yudas 13. Mungkin rujukan yang paling kuat terdapat dalam Matius 25:46. Ayat itu membandingkan hukuman orang fasik yang akan berlangsung selama-lamanya dengan kebahagiaan abadi dari orang-orang yang diselamatkan. Ketika orang percaya hidup selama- lamanya di hadapan Allah, dan menikmati kemurahan-Nya, maka orang yang tidak percaya akan selama-lamanya berada jauh dari hadirat Allah yang membahagiakan.
Keberatan-keberatan terhadap doktrin ini. Beberapa keberatan terhadap doktrin ini telah dikemukakan. (1) Orang-orang fasik akan dibinasakan (Mazmur 9:6; 92:8; 2Tesalonika 1:8,9). Jawaban kami ialah bahwa orang-orang pada zaman Nuh juga dibinasakan (Lukas 17:27), dan demikian pula penduduk Sodom dan Gomora (Lukas 17:29), namun mereka harus tampil untuk dihakimi (Matius 11:24). Pembinasaan tidaklah berarti pemusnahan; lebih tepat kalau dikatakan bahwa apa yang telah dibinasakan itu tidak dapat dipakai lagi sebagaimana mestinya. (2) Orang-orang fasik akan binasa (Mazmur 37:20; Amsal 10:28; Lukas 13:1- 3). Akan tetapi, binasa tidak berarti tidak ada lagi. Para murid Tuhan pernah berteriak, "Tuhan, tolonglah, kita binasa!" (Matius 8:25), tetapi mereka tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa mereka sedang terancam kemusnahan. Imam besar Kayafas mengatakan, "Kamu tidak insaf bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita daripada seluruh bangsa kita ini binasa" (Yohanes 11:50), tetapi ia hanya bermaksud mengungkap ketakutan kalau-kalau orang Romawi akan datang untuk memerketat penjajahan. Paulus memakai istilah yang sama ketika berbicara tentang kelemahan jasmani pada tubuh kita. Paulus mengatakan, "Meskipun keadaan kami yang lahir ini dibinasakan, tetapi keadaan yang batin kami itu dibaharui sehari-hari" (2Korintus 4:16, Terj. Lama). (3) Suatu hari yang dahsyat akan tiba bagi orang fasik yang membuat mereka tidak berakar dan tidak bercabang (Maleakhi 4:1). Namun harus diketahui bahwa ayat ini membahas keadaan tubuh saja, tubuh mereka akan terbakar, namun secara rohani mereka akan ada terus (lihat juga Amsal 2:22). (4) Dikatakan bahwa orang fasik mati dalam dosa mereka (Yehezkiel 18:4; Yohanes 8:21; Roma 6:23). Harus dingat bahwa kematian berarti pemisahan, bukan pemusnahan. Lihatlah orang kaya dan Lazarus (Lukas 16:19-31) dan jiwa-jiwa di bawah mezbah (Wahyu 6:9-11). Bila kematian pertama tidak berarti pemusnahan, bagaimana mungkin kita beranggapan bahwa kematian kedua berarti pemusnahan (Wahyu 20:15; 21:8; band. 19:20; 20: 10)? (5) Segala sesuatu akan dipulihkan. Pendapat ini merupakan penggalan dari Kisah 3:21; pernyataan sepenuhnya memang dibatasi oleh kata-kata "difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu." Ayat ini berbicara tentang datangnya kerajaan Allah di bumi. (6) Keberatan yang paling kuat yang telah dikemukakan ialah bahwa Allah yang kasih adanya tidak mungkin menghukum makhluk ciptaan-Nya untuk selama-lamanya. Akan tetapi, pendapat ini lupa bahwa pada saat kematian watak seseorang sudah tidak bisa berubah lagi, dan hukum kesesuaian menuntut bahwa yang hidup harus dipisahkan dari yang mati. Yang dipersoalkan bukanlah kasih Allah, melainkan kehidupan jiwa. Namun setelah mengatakan semuanya itu, kami mengatakan satu kali lagi bahwa akan ada tingkatan-tingkatan hukuman (Lukas 12:47,48; Roma 2:5- 8; Wahyu 20:12,13), menurut keadilan Allah.

 Sumber:

Judul Buku
:
Teologia Sistematika
Pengarang
:
Henry C. Thiessen
Penerbit
:
Gandum Mas, Malang, 1992
Halaman
:
599 - 610

Tidak ada komentar:

Posting Komentar